Time Boils The Rain (1)

req-hsg2

Tome Boils The Rain

A Story by Nidhyun

***

Wendy kembali menarik keyboard yang sempat dijauhkannya. Ia suka menulis, sangat suka. Tapi sayangnya, hari itu ia sama sekali kehilangan mood-nya untuk mengetik sebuah kalimat. Bahkan hanya untuk menggambarkan musim gugur yang menyenangkan –menurutnya musim gugur adalah musimkedua yang ia suka setelah musim dingin.

Sambil mengetuk-ngetuk meja di hadapannya, Wendy pun kembali menyesap kopi latte-nya. Tidak terlalu panas, tapi tidak juga dingin. Cukup hangat setelah ia mendiamkannya 10 menit. Salahkan otaknya yang mendadak buntu dan membuatnya harus berdiri kikuk di balkon sambil memandangi bagaimana lembutnya hujan salju mulai menyentuh tanah.

Wendy menegakkan punggungnya dan mulai menaruh jemarinya di atas keyboard. Baiklah, mungkin butuh waktu yang cukup lama baginya untuk menyelesaikan ceritanya yang satu ini. Tapi mungkin, tidak ada salahnya ia mulai kembali membuka lembaran lama ceritanya. Lembaran cerita yang selalu ia sebut sebagai cerita terbaik di sepanjang hidupnya.

Wendy Lee, Suzy Park, Luhan, Krystal Jung, Jung Jinwoon, dan Yoon Eunji. Ya. ini cerita mereka berenam yang dipertemukan di bawah langit Shanghai…bberapa tahu yang lalu.

***

Suzy Park tersenyum kecut ketika salah seorang teman sekelasnya kembali menyebu nama Eunji, sahabatnya. Tidak ada yang salah dengan lidah keempat gadis itu, hanya saja Suzy merasa terlalu bebal karena sekali lagi, ia gagal membuat namanay tertulis di atas nama Eunji. Baiklah, jangan menyalahkan sifat ambisiusnya yang satu ini. Bagaimanapun, ia tidak akan membuat persahabatannya rusak karena ambisi kecilnya, juga sebaliknya. Ia juga tidak memiliki niatan untuk mengalah pada Eunji meskipun mereka terbilang dekat.

“Hanya beda tiga angka. Itu bukan masalah besar,” Suzy langsung mengenali suara lembut yang sedikit angkuh itu. Ia pun menoleh ke arah samping kanan, tepat ke arah Krystal yang terlihat mencolok karena penampilan anggunnya hari ini. Well, biasanya Krystal akan membuat rambutnya berbentuk bagaimanapun caranya, tapi entah karena alasan apa, hari ini si primadona sekolah itu malah menggerai lurus rambutnya yang panjang dan hitam itu.

“Jauh lebih menyenangkan jika aku bisa membuat skor kami sama,” Suzy pun kembali memutar kepalanya ke arah papan pengumuman itu. Sekali lagi mengehela napas panjangnya, dan mencoba menerima kenyataan tak menyenangkan pagi itu.

Krystal terkikik geli. Suzy tidak yakin bagian mana yang lucu di mata gadis itu. Well, meskipun cantik Krystal memang agak sedikit aneh –maka jangan heran Jinwoon selalu memanggilnya idiot.

“Bagian mana yang menyenangkan? Itu akan membuatmu semakin uring-uringan, girl…” Krystal langsung mengamit lengan Suzy erat, “Baiklah. Lupakan soal ujian dan kita temui Jinwoon dan Wendy. Tadi Wendy bilang Jinwoon akan membuat lagu, dan Wendy mau menemaninya.”

Suzy sedikit menaikkan alisnya ketika Krystal justru tidak membawanya ke ruang musik, bahkan saat ini mereka tengah melewati lapangan outdoor dimana Luhan dan yang lainnya tengah bermain basket. Oh, ini bahkan masih pagi, dan Luhan sudah membuat tubuhnya diolesi keringat.

“Kau mau membawaku bertemu Jinwoon, atau mau mengintip Luhan?” tanya Suzy agak menyindir.

Krystal memutar bola matanya malas. Apanya yang mau mengintip? Di tempat terbuka begini? Dan Luhan? bahkan mereka bertemus etiap hari, apanya yang harus diintip dari Luhan? bahkan anak konyol itu selalu blak-blakan tentang warna pakaian dalam yang dipakainya.

“Kenapa aku harus mengintip Luhan?” suara Krystal agak teredam oleh suara jeritan murid perempuan yang mengeliling lapangan, fans Luhan. yeah, jika Krystal adalah putri di sekolah, maka Luhan lah pangerannya.

“Kalian menjadi couple terfavorit di sekolah,” sahut Suzy.

Krystal tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya, “Jau lebih menarik jika couple-ku adalah Jinwoon.”

Suzy hendak protes saat sadar ternyata Krystal malah membawanya ke belakang sekolah. Tapi ia langsung mendesah panjang saat mendapati Jinwoon justru tengah asyik menghirup rokok, ditemani Wendy yang tak acuh menulis sesuatu di buku tulisnya.

“Kau merokok lagi?” ketus Krystal sambil menggeleng jengah. Ayolah, Krystal sudah memperingatkannya puluhan kali agar tidak lagi merokok. Tapi laki-laki itu masih saja tak mendengarkannya.

Jinwoon mengabaikan Krystal dan langsung tersenyum cerah ke arah Suzy, “I need your for my new song, Suzy Park.”

***

Jika semua orang lebih senang berkumpul sambil menceritakan banyak hal, Yoon Eunji justru lebih suka berkumpul dengan buku-bukup perpustakaan, kemudian membaca buku sejarah hingga habis. Dan saat ini, Eunji justru tengah berkencan dengan buku sejarah Dinasti Mongol. Well, sebenarnya ia tidak terlalu suka dengan sejarah Tiongkok. Selain Bahasa Mandarin yang rumit, Eunji juga harus tekun dan sabar saat mempelajari sejarah Tiongkok. Eunji bukan berasal dari Tiongkok, jadi ia tidak terlalu paham dengan sejarah negri yang kini mengatapinya.

“Kau masih membaca halaman yang sama?” Eunji mendongak saat sebuah suara mengejeknya, dan itu Wendy, sahabatnya yang sangat suka menulis –dan Eunji rasa mereka bisa mulai berdiskusi dengan membahas Dinasti Mongol ini.

“Kau tahu, sejarah Tiongkok tidak semudah itu…”

Wendy langsung mengambil tempat duduk di samping Eunji dan membaca sekilas judul dari buku yang dipegang Eunji, “Kau lebih cocok menceritakan Hitler dan membaca buku tentang Jerman daripada membaca buku Konfusius.”

Dan inilah Wendy Lee. Di pemalas yang sangat suka menulis dan tertarik pada Sejarah Tiongkok. Meskipun Eunji dan Wendy tidak terlalu dekat –setidaknya tidak sedekat dirinya dan Suzy, tapi jika mereka sudah berdiuskusi soal sejarah, filsafat, dan politik, mereka seperti orang idiot. Lupa waktu dan lupa segalanya.

Dan akhirnya, Wendy mulai menjelaskan bagaimana Mongol berdiri dan menjelaskan tentang beberapa raja terkenal yang pernah memimpin dinasti tersebut. Yang sedikit lucu, Wendy pasti akan menyelipkan kalimat “Tentu saja perebutan kekuasaan selalu menimbulkan korban. Itu menyebalkan.” Atau “Nyawa seseorang pada zaman itu sangat murah. Tapi hebatnya, orang-orang Cina selalu disegani.” Juga, “Seandainya Cina sedikit berkembang saat itu, pasti Cina tidak akan dijajah Jepang”.

“Apa sebegitunya kau mencintai Tiongkok? Sampai kau juga menyukai Luhan?” tanya Eunji disela-sela penjelasan Wendy mengenai Ratu Ki yang memimpin Dinasti Mongol. Ratu Ki merupakan ornag Korea, dan entah kenapa Eunji berpikir Ratu Ki cocok jika diumpamakan sebagai Wendy yang memiliki darah Korea –meskipun darah Tionghoanya lebih kental dan gadis itu lahir di Toronto, Kanada—lalu Luhan yang merupakan orang Tiongkok asli sebagai Raja….

Wendy langsung terbatuk dan memelototi Eunji, “Itu tidak lucu tahu!”

Eunji harus menahan tawanya melihat Wendy langsung salah tingkah. Ayolah, gadis itu sangat gengsi sekali jika sudah disinggung tentang Luhan. Wendy yang menyukai Luhan, dan Luhan justru tetap cuek dan lebih suka mengencani bola basketnya ketimbangw anita sungguhan.

“Katakan saja yang sebenarnya, Luhan pasti mengerti, kok.”

Wendy menggeleng pelan sambil menahan senyum kecutnya. Bagian mana yang akan membuat Luhan mengerti, sedangkan Luhan dan Wendy –juga yang lainnya—telah bersama-sama semenjak Junior High School, walaupun mereka mulai bersahabat semenjak kelas 3. Selain itu, Luhan…tidak akan melihatnya.

“Kau ini kadang sangat melankolis sekali,” Eunji berdecak jengkel dan mulai merapikan buku-bukunya.

Wendy menggeleng pelan, mengenyahkan pikiran anehnya dan langsung mengalihkan topik pembicaraan, “Kau sudah bertemu Suzy? Dia tidak terlihat baik.”

Eunji tersenyum kecil, seolah ucapan Wendy adalah hal paling biasa yang pernah didengarnya. Mood Suzy pasti buruk karena nilai mereka sudah ditempel hari itu.

“Kau tidak merasa kalau Suzy itu berlebihan?”

Eunji hanya memutar kepalanya dan menatap Wendy, menunggu gadis itu melanjutkan, “Dia selalu tidak suka jika ada orang lain berada di atasnya. Dan yang lebih parah, orang yang selalu berhasil berada di atasnya adalah kau, Yoon Eunji.”

Eunji menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan, “Gadis itu mendapat tuntutan dari ayahnya agar selalus empurna. Kau tahu sendiri kakak-kakaknya berhasil menembus universitas terbaik di London, USA, dan Australia. Dia hanya khawatir,”

“Aku juga khawatir,” Wendy masih melanjutkan, “Bagaimanapun sifat seperti itu tidak terlalu sehat.”

Eunji hanya mengangguk saja, ia tidak mau terlalu jauh membahas masalah ini. Mau siapapun yang pertama, atau siapapun yang tidak menyukainya, itu tidak akan menjadi maslaah besar. Toh, Eunji dan Suzy sudah sama-sama saling mengerti tentang ‘masalah’ mereka yang satu ini. Eunji percaya pada Suzy, dan Eunji pikir hal itu hal biasa.

***

Luhan langsung menyodorkan botol minumannya ke arah Yixing dengan semangat. Ia selalu suka untuk berbagi dengan Yixing, teman sekelasnya. Ia juga selalu senang jika sudah bertemu dengan teman sekelasnya itu, berbagi cerita ataupun…entahlah. ia menyukai segala aktivitas mereka.

“Padahal kau coba saja bergabung dulu dengan kami, aku akan membantumu jika kau memang benar-benar butuh bantuan,” kata Luhan saat Yixing mengucapkan terima kasih pada Luhan.

Dengan sopan, pemuda itu –Zhang Yixing—menggeleng pelan. Ia sudah menolak tawaran Luhan berkali-kali. Entah apa yang membuat Luhan begitu gemas ingin membuat Yixing bergabung dengan tim basketnya di sekolah.

“Kau sangat berbakat,” kata Luhan seolah bisa membaca pikiran Yixing.

Yixing langsung tertawa keras mendengar ucapan Luhan, ia merasa geli. Memangnya bagian mana dari permainan Yixing yang menurut Luhan berbakat itu? Yixing hanya tahu cara memainkan piano, dan tentunya ia jauh lebih suka berlatih piano ataupun membuat banyak lagu ketimbang harus berlatih di lapangan. Yixing suka basket, tapi bukan berarti ia pnggila basket.

“Pagi-pagi sudah bermain basket! Katanya kau mau mengerjakan tugas kimiamu?” tegur Eunji dengan nada sebal sambil melempar handuk di samping Luhan tepat mengenai wajah pemuda itu.

Bukan hanya Yixing yang tertawa, Wendy yang sejak tadi bersama dengan Eunji juga ikut tertawa geli. Eunji memang agak pendiam, tapi jika sudah bertemu Luhan, gadis itu seperti bernafsu sekali untuk berkelahi dengan Luhan. entah apa alasannya, sejak Wendy mengenal mereka, Luhan dan Eunji sudah seperti itu.

“Aku sudah mengerjakannya, bodoh!” marah Luhan balas melempar handuknya.

Wendy tetap akan tertawa mungkin, jika ia tidak menyadari keberadaan Zhang Yixing disana. Laki-laki yang menjadi topik utama Luhan saat mereka hanya berdua saja. bahkan lebih daripada itu, Luhan juga akan lebih suka menghabiskan waktunya dengan teman sekelasnya yangs atu itu ketimbang dengan mereka berenam.

“Yixing, aku tidak habis pikir kau masih saja mau berdekatan dengan Luhan. ingat, jangan mau termakan ucapannya soal basket dan yang lainnya, kau bis ajadi pemalas juga.” Kata Eunji dengan nada memprovokasi.

Yixing hanya tersenyum dan mengangguk, “Tentu saja. aku akan mendengarkan si juara satu di sekolah ini.”

Luhan mendengus berlebihan. Ayolah, Eunji yang bercanda sebenarnya membuat harapan Luhan benar-benar terbakar habis. Gadis itu benar-benar kelewatan untuk kata menyebalkan.

“Jangan berlebihan. Semua orang bisa tahu,” Wendy tiba-tiba merangkul Luhan dan berbisik pelan saat Eunji dan Yixing sibuk membicarakan guru musik yang katanya kan diganti.

Luhan menelan ludahnya pahit. Sambil tersenyum kecut, ia pun mengangguk pelan, “Aku tahu.”

Wendy tersenyum dan membalas ucapan Luhan dalam hati, Wendy juga tahu. Wendy tahu ini akan sedikit sulit bagi Luhan untuk menahan sikapnya agar tidak terlalu mencolok dengan…ketertarikannya pada Yixing. Dan Wendy juga tahu, ini alasan kenapa Wendy merasa tidak mungkin terlalu berharap pada Luhan.

***

“Kau ingin pergi ke London dengan nilai pas-pasan seperti ini?” Tuan Park yang tak lain adalah ayah Suzy melempar kertas rapot milik Suzy. Ia kembali mendengus kasar. Bingung. Ia sudah mencoba segala cara untuk membuat anaknya yang satu ini bisa memperbaiki nilainya –yang menurut Tuan Park sama sekali kurang.

“Aku hanya berbeda 3 poin dengan Eunji. Nilai matematikanya lebih tinggi,” Suzy tidak bermaksud untuk berkilah. Tapi ia hanya ingin membela diri, jika dia benar-benar sudah berusaha dan tidak main-main.

“Kau terlalu banyak bermain musik dengan temanmu yang bernama Jinwoon itu, Suzy Park. Setidaknya kau bisa kuliah bersama Jiyeon nanti di Australia.”

Lagi-lagi Jiyeon. Suzy memutar bola matanya kesal saat ayahnya mulai membahas Jiyeon Jiyeon dan Jiyeon. Dia bukan Jiyeon, dan tidak bisakah gadis tengik itu hilang dari lidah ayahnya?

“Jika kau belum bisa menyusul nilai Eunji. Maka aku yang akan membuat anak itu mengalah darimu.”

Suzy tidak berkutik. Ia hanya bisa menelan salivanya dan berharap bisa segera keluar dari ruangan ayahnya. Konyol sekali. Menyingkirkan Eunji? Membuatnya dikeluarkan dari sekolah? Membuatnya tidak bisa sekolah? Itu rencana teridiot yang pernah ia dengar.

Suzy hanya membungkuk untuk berpamitan pada ayahnya. Kemudian dengan cepat ia langsung berjalan keluar dari ruangan yang hampir mirip dengan neraka itu.

***

6 years later…

Krystal kembali mengeluarkan desahan kecil saat Jinwoon terus saja menyentuh leher jenjang Krystal. Sama sekali tidak terganggu meskipun saat ini mereka ada di tempat ramai. Well, pub bisa dikatakan tempat yang ramai, bukan? Meskipun tempat yang mereka datangi saat ini juga dipenuhi oleh orang-orang yang melakukan hal sama.

“Astaga, kalian ini benar-benar,” Eunji memutar bola matanya kesal saat Jinwoon dan Krystal melakukan adegan kurang senonoh –setidaknya itu di mata Eunji.

Mendengar suara Eunji, Jinwoon justru kembali merenguh tengkuk Krystal dan mulai meraup bibir Krystal –lagi. Bahkan Jinwoon dan Krystal mulai memutar kepalanya ke kanan dan ke kiri. Membuat Eunji semakin malas berada di tempat ini.

“Woon. Aku hanya ingin mengatakan jika Irene ada di sini. Jadi berhenti mencumbu Krystal seperti itu,” kata Eunji tak acuh sembari mengeluarkan sebatang rokok.

Dengan malas, Jinwoon pun menjauhkan wajahnya dan menjauhkan tubuhnya dari Krystal, lalu menatap Eunji dengan tatapan tanda tanya, “darimana gadis itu aku tahu ada di sini?”

Eunji mengedikkan bahunya malas, “Manakutahu. Yang pasti bersiaplah untuk ditampar,” Eunji pun menatap Krystal yang tengah membenarkan penampilannya, “Dan kau harus segera pergi gadis murahan. Dia mengincarmu.”

Krystal bersungut kesal. Eunji selalu saja mengatakan hal-hal semacam itu pada Krystal, sok suci sekali, “Kau benar-benar berubah menjadi preman Jung Eunji.”

“Who cares?”

Jinwoon langsung pergi, menemui gadis bernama Irene –dan tentunya ia sudah siap untuk ditampar. Krystal juga sudah beranjak. Ia berniat pergi karena ia harus istirahat, besok ada pemotretan dan ia harus terlihat fresh.

“Aku pergi. Kau tidak pulang Eunji?”

Eunji mengedikkan bahu, “Kau duluan saja. aku mau ke toilet dulu.”

Dan setelah 5 menit menyesap rokoknya, Eunji pun pergi ke toilet. Ia harus membasuh mukanya yang terlihat sangat lusuh. Hari ini benar-benar melelahkan. Bosnya tidak berhenti merecokinya, dan semua pekerjaannya seolah tidak bisa berhenti meneriaki suara bosnya. Benar-benar buruk.

Eunji masih membasuh wajahnya saat sebuah suara tiba-tiba menginterupsinya. Membuat dadanya teriris luka lama, dan…tentunya ada gejolak rindu yang diselubungi rasa benci yang kuat.

Eunji memutar kepalanya cepat. Benar saja, ada sosok lama itu di matanya. Sosok yang menghilang termakan taun dari retina matanya. Sosok yang pernah ia sumpahi untuk tidak ia temui lagi.

“Woah, Nona Park ada disini rupanya,” Eunji secara refleks menggunakan bahasa mandarin saat menyapa Suzy Park.

“Eunji…”

Eunji tersenyum sinis dan menepuk pundak Suzy, “Senang melihatmu baik-baik saja, sobat lama,” sindirnya sarkatik, “Aku tidak bisa lama. Suara bosku terngiang terlalu jelas. Jinwoon masih ada disini, semoga kau bertemu dengannya,” Suzy tersenyum kecil, “Itupun jika dia tidak keburu diseret Irene.”

=…=

Satu respons untuk “Time Boils The Rain (1)

Tinggalkan komentar