Kupikir, saat ia menggenggam tanganku dan dengan tulus bahwa ia memilihku untuk mengenakan cincin yang semula akan ia ikatkan pada seseorang di masalalunya, adalah sebuah akhir dari petualangan cintaku yang tidak pernah menyentuh sampai ke ujung hati.
Dia pun tidak. Tak satupun sentuhan mata, sentuhan senyumnya, juga uluran tangannya terlihat hangat seperti ia melakukannya untuk seseorang di masalalunya. Aku hanya pelariannya, ia hanya mencoba melihat ke arahku.
Dan aku?
Aku juga tidak tahu. Yang aku tahu aku mengenalnya sebagai pianis muda yang menggemaskan, dan muli beranjak dewasa ketika ia mengaku akan segera menarik seseorang ke atas altar. Dan aku hanya bagian kecil yang menonton pertunjukkan drama hidupnya.
Tidak pernah benar-benar ada cinta yang berjalan romantis ataupun menyentuh. Saat ia datang dan mengajakku untuk melalui jalan serius pun, kupikir aku bisa mencintainya setelah kami naik ke atas atar dengan mengucap janji pada Tuhan.
Sampai…
Seseorang datang dengan senyum hangat yang berhasil mencairkan dirinya yang kupikir akan mencintaiku. Begitupun aku, seseorang yang menguntit kehidupanku justru menarik sebagian perhatianku dan membuatku sadar…
Cinta bukan rumus pasti yang bisa kau tebak jawabannya, karena kadang cinta menjawab terakhir saat air mata dan penyesalan menggigitiku…
-Kim Lisa