Medals (chapter 3)

untitled-200

Title     : MEDALS

Genre  : Romance, Fantasy, Thriller

Main Cast: Lu Han, Ariel Lau (OC)

Other Cast : Find by yourself

Rating : PG 17

Length : Multi chapter

Auhtor : Nidhyun (@nidariahs)

Cover by : Revenclaw @ArtFantasy

MEDALS (chapter 1) | Medals (Chapter 2)

***

Ariel tidak mengeluarkan sepatah kata pun ketika laki-laki asing ini terus menariknya –entah kemana. Tenaga laki-laki ini sangat besar, bahkan ia mengabaikan fakta bahwa Ariel adalah ‘perempuan’ yang tidak bisa mengimbangi kekuatan lengan pria ini. Padahal, lengan lelaki itu terlihat kecil sekali…

Laki-laki yang belum Ariel tahu namanya itu menghentakkan tangan Ariel dengan keras, kemudian menatap Ariel dengan tatapan tajam –well, padahal Ariel sempatterpesona dengan laki-laki yang menurutnya tampan ini. Sayangnya, Ariel harus mengurangi keterpesonaannya karena sikap kasar yang dilakukannya. Belum kenal saja sudah berani seperti ini,apalagi jika mereka sudah menjadi partner sungguhan?

“Kau…jadi kau yang beranama Ariel?” dan akhirnya Ariel bisa mendengar suara jernih lelaki itu –dengan otak yang mulai cukup jernih.

“Ya…aku…”

Laki-laki itu tidak mendengarkan Ariel dan langsung menarik tangan Ariel, memasangkan sesuatu di sana –dan ternyata itu semacam jam tangan—lalu lelaki itu mengecek jam tangan miliknya yang mirip dengan milik Ariel.

“Ini…apa?”

Lelaki itu langsung menatap Ariel, kemudian menekan sesuatu di jam tangan Ariel sambil memperhatikan jam tangan miliknya, “Mulai hari ini kau resmi jadi pasanganku. Ini telepati untuk kita berdua agar aku bisa mengetahui keberadaanmu, gerak-gerikmu, dan untuk berkomunikasi denganmu. Agar orang lain tidak bisa membukanya atau meretasnya, kau harus menekan ini, dan kau harus menyebut kode ‘07’ sebelum memanggilku. Lalu, passwordnya adalah 1620, dan…”

“Namamu…siapa?”

Lelaki itu menatap Ariel dengan tatapan ‘kau bercanda ya?’. Tapi kemudian ia tak mengatakan apapun dan melepaskan tangan Ariel tanpa melepaskan tatapan yang di mata Ariel begitu menyudutkannya itu.

“Jadi, sejak tadi kita bicara kau tidak tahu namaku? Bukankah masing-masing dari kita sudah mendapatkan informasi detail tentang ini?”

Ariel menggigit bibir bawahnya –mana mungkin ia tahu nama lelaki ini jika data yang diberikan ayahnya saja ia lempar di kamarnya. Ariel bahkan tidak ingat apakah ia sudah merapikannya lagi atau tanpa sengaja membuangnya ke tempat sampah.

“Y-ya…aku…”

“Bodoh.”

Ariel membulatkan matanya dan menatap laki-laki di depannya. Apa katanya? Bodoh? Laki-laki ini mengataiku bodoh?

“Bo-bodoh?”

Laki-laki itu pun mendekatkan tubuhnya ke arah Ariel, secara refleks Ariel memundurkan tubuhnya juga, “Aku Luhan, dan kau Ariel. Kita pasangan untuk pergi ke bumi. Aku ribut mencarimu ke sini bukan untuk mendengar pertanyaan tolol itu.”

 

***

 

“Aku Luhan, dan kau Ariel. Kita pasangan untuk pergi ke bumi. Aku ribut mencarimu ke sini bukan untuk mendengar pertanyaan tolol itu.” Kata Luhan dengan setiap penekanan pada ucapannya.

Gadis kecil di hadapannya ini benar-benar. Bagaimana bisa gadis ini bahkan tak mengenali namanya? Setidaknya, Ariel harus melihat foto dan nama partnernya, sehingga pertemuan ini bisa sedikit lebih ‘bermakna’, dan bukannya perkenalan ulang mengenai nama dan semacamnya.

Astaga. Luhan benar-benar tidak beruntung karena mendapatkan partner menyedihkan seperti ini.

“Namamu…Luhan?” Ariel mengingat-ingat kertas yang dilihatnya sekilas. Dan akhirnya ia ingat nama itu –nama yang membuatnya sempat mengerlingkan mata. Nama lokal. Ariel yakin nama itu pasti dibuat berdasarkan perhitungan tanggal lahir dan semacamnya. Meskipun ia juga dari golongan telekinesis, tapi ia juga ras campuran –dan orang tuanya tidak memegang adat yang kuat.

“Kenapa? Aish. Kau tahu, aku datang ke mari bukan untuk mendengar celotehan bodohmu. Aku…”

“Kau bangsa teleninesis?” Ariel memotong ucapan Luhan dan memandangi mata Luhan dari jarak dekat. Dan kali ini, justru Luhan lah yang harus mundur karena tidak nyaman dengan tingkah agresif gadis ini…

“Matamu punya kilatan silver, kau pasti sudah di golongan atas,” Ariel pun kembali memundurkan tubuhnya.

Luhan sedikit ragu dengan perasaannya, tapi ia tidak bisa memungkiri bahwa saat ini ia merasa kagum dengan Ariel. Gadis itu menebak kekuatannya hanya dengan perkenalan tak masuk akal ini?

“Bagaimana kau tahu…”

“Bangsa telenikesis biasanya menggunakan nama lokal dan berdasarkan tangagl lahir, keluargamu masih memegang adat yang kuat ya? Kilatan di matamu juga sangat kentara menunjukkan bahwa kau memiliki kekuatan telekinesis yang tinggi. Dan kekuatanmu itu seimbang dengan kekuatan airmu. Kau golongan berapa?”

“Kritis, tajam, peka, semuanya mendapat nilai 80%. Dan pengetahuannya sudah mencapai 48%. Dia tidak terlalu cerdas, tapi dia memiliki memori tinggi dan ketajaman yang bagus. Dia akan cepat dalam belajar.”

Masih dengan segar perkataan ayahnya kembali terputar di kepalanya. Gadis yang cerdas –terutama dalam metode analisis dan ketajaman berpikirnya. Well, mungkin itu terdengar sangat umum untuk menyimpulkan bahwa gadis ini adalah gadis yang cerdas. Tapi gadis itu bisa melihat kilatan cahaya di mata seseorang hanya dengan melihatnya sekilas. Dan lagi, dalam tebakannya mengenai penamaan seseorang berdasarkan tanggal, tidak semua orang bisa membedakan penamaan berdasarkan tanggal atau bukan, nama lokal lainnya pun banyak, dan tidak semua menggunakannya berdasarkan tanggal.

“Tapi…”

Luhan kembali pada kesadarannya dan mulai focus pada Ariel.

“Luhan, apa menurutmu kita bisa mundur dari misi ini? Maksudku…aku tidak tertarik untuk melakukan perjalanan ke bumi atau apapun itu. Kau tahu, apa yang dilakukan setengah hati biasanya…”

“Aku tahu kau gadis manja, tapi di situasi ini bukan waktunya untukmu mengeluh,” potong Luhan setelah mendelik malas mendengar penuturan gadis itu. Meskipun cerdas, ternyata anak dengan nilai C ini tetap saja memiliki cara berpikir yang payah. Baiklah, cukup masuk akal jika Ariel berpikir untuk membatalkan misi atau merasa keberatan. Tapi saat ini, kondisi mereka bukan lagi sedang dalam tahap negosiasi untuk melanjutkan atau membatalkan misi.

Ariel mengerutkan hidungnya tidak senang. Dan emosinya kembali naik begitu saja. Yeah…ia tahu, sama sekali tidak berguna untuk merengek mengenai pembatalan kepergiannya menuju bumi. Tapi apa salahnya mengemukakan pendapat? Belum lagi laki-lak asing ini malah mengatainya.

“Hei, dengar. Jika kita partner, setidaknya kau tidak menghinaku dan juga mendengarkan pendapatku.”

Luhan mencebik, “Dengar…” katanya sambil menyentuh beberapa ikon pada jam tangan Ariel, “Disini, aku satu tingkat di atasmu. Kau lah partner-ku, jadi aku yang harus kau dengarkan. Ini bukan tentang kau mau tidak mau.” Luhan pun melepas tangan Ariel dan menatap mata gadis itu lagi, “Jadi, merengek bukanlah sesuatu yang harus kau lakukan. Kita bertemu besok, dan aku harap kau tidak merepotkan dirimu dengan barang tak berguna. Kita akan pergi ke bumi setelah pelatihan secukupnya. Sampai jumpa…Ariel.”

Dan Luhan langsung melangkahkan kakinya pergi tanpa mempedulikan Ariel yang bahkan belum sepenuhnya mencerna perkenalan singkat mereka. Ariel mendengus pelan dan memperhatikan jam yang…entahlah, ia tidak tahu nama benda di tangannya ini, tapi dari cara berbicara pemuda tadi, Ariel dengan cepat bisa menyimpulkan laki-laki itu sedikit arogan.

Ariel pun kembali memperhatikan sisa langkah Luhan. Untung saja laki-laki tadi tampan, setidaknya Ariel bisa melihat anugrah Tuhan lewat wajah lelaki itu. Walaupun…sifat arogannya, juga mungkin perjalanan mereka, akan menjadi musibah kecil untuk Ariel.

“Jika aku pergi ke bumi, bagaimana aku bisa berkencan.”

 

***

 

“Mungkin saja ini juga cara untuk mendekatkanmu dengan laki-laki itu,” celetuk Bobby asal sambil membantu Ariel membereskan barang-barangnya, “Kau mau membawa berapa banyak buku, sih? Ini berat tahu,” kali ini Bobby mengeluh sambil meperhatikan berapa banyak buku Ariel yang sudah dimasukkan ke dalam kardus. Bobby kini merasa Ariel sebenarnya akan meninggalkannya selamanya, meninggalkan Poseidon, meninggalkan…semuanya.

Ariel pun melempar buku ke arah kepala Bobby –dan berhasil membuat Bobby merengut, “Kenapa memukulku? Aku susah-susah datang ke mari untuk membantumu dan kau membalasnya dengan cara seperti ini?” kali ini Bobby bicara dengan nada dramatis. Demi Tuhan, Ariel tidak habis pikir bagaimana laki-laki ini hanya bisa berbicara banyak.s

Ariel pun berkacak pinggang dan menarik napas panjang, “Dengar, pertama aku tidak mungkin berkencan dengannya meskipun aku memjua ketampanannya. Jika kau melihatnya bicara tadi, kau pasti ingin menampar wajahnya dengan sepatu kumuh yang jatuh ke dalam selokan. Kedua, bisakah kau menghiburku dengan sesuatu yang lebih masuk akal? Kau membuatku merinding tiap kali aku ingat bahwa aku akan pergi dari sini…. Lagipula aku tidak sedang serius memikirkan kencan dan semacamnya. Hanya saja…” Ariel memandang kosong lantai keramik yang kini dipijaknya, “Aku tidak yakin apakah aku bisa berbaur dengan orang-orang yang ikut pergi ke bumi? Atau apakah aku bisa berbaur dengan manusia? Juga dengan kehidupan mereka, kebiasaan mereka, bahasa mereka. Aku merasa aku akan gila. Belum lagi…kau tahu aku ini tidak pintar, melihat mata Luhan sekilas saja, aku sudah tahu dia bukan orang biasa. Dia pasti orang palingcerdas, dan aku?”

Bobby pun tersenyum kecil dan menjawab, “Dan kau adalah pasangan yang tepat untuknya. Maksudku…pintar atau tidaknya seseorang kan tidak sama, pasti ada alasan lain. Kau hanya perlu menunggu waktu sampai kau tahu kenapa kau harus pergi ke bumi,” Bobby pun menoleh ke arah Ariel, “Pernah mencoba alat tes kecerdasan? Mungkin kau akan tahu…”

Ariel tidak menjawab dan justru terduduk di atas kasurnya. Matanya kini menyelami benda yang melingkar di tangannya –benda yang katanya akan menjadi alat komunikasinya bersama Luhan. Ariel mendengus dan tersenyum sedih. Terus terang saja, Ariel bahkan tidak menyukai partner nya sendiri. Ia juga tidak yakin apakah ia bisa pergi tanpa orang-orang yang disayanginya, kakaknya, teman-temannya, orang tuanya…

Ariel mengerjapkan matanya saat tangan Bobby menyentuh pipinya –ternyata ia kembali menangis, “Jangan sedih terus. Konsentrasimu akan berantakan jika mood-mu juga buruk,” Bobby pun tersenyum tulus dan menyentuh tangan Ariel, “Percayalah, semua akan baik-baik saja. Kau juga pasti akan segera kembali ke Poseidon dan menjadi wanita hebat. Aku yakin, saat aku menikah dengan kekasihku nanti, kau juga aka nada di pernikahanku…”

Ya. Ariel juga berharap begitu. Ia bisa kembali dan melihat kakaknya menikah, Bobby menikah, bekerja dan…ayolah! Ia menyukai planetnya, ia mencintai Poseidon. Tapi entah mengapa dengan dimintanya Ariel untuk pergi ke bumi, ia justru merasa dikhianati.

 

***

 

Ariel tidak yakin bagaimana bisa ia sudah berada di dalam sebuah boat yang membawanya ke tempat akademi barunya –dan sedikit catatan, Poseidon menggunakan system lalulintas air dan udara—dan menurut Luhan mereka juga akan tinggal satu asrama. Semuanya sangat cepat. Ia berpelukan dengan semua orang, kemudian ia menangis dan sudah berada di dalam kapal, bersama Luhan yang tak mengeluarkan sepatah kata pun meskipun telah berpapasan dengan orang tua Ariel.

Ariel pun memandang ke arah samping, ke arah Luhan yang hanya memperhatikan air di sisi kanannya. Harusnya Ariel yang merasa sangat sedih, tapi hari ini Luhan justru terlihat lebih murung. Padahal, kemarin dia sendiri yang mengoceh tantang larangan mengeluh dan semacamnya. Ariel pun mencebik dan memperhatikan lautan yang kini mengelilingi mereka –ia tidak yakin akan kemana kapal ini membawanya, ia juga tidak ingin bertanya. Ia tidak mau tiba-tiba menangis. Yeah…Luhan benar, Ariel sangat cengeng.

“Kita sampai,”

Ariel langsung membuka matanya –dengan jantung yang berdetak cepat sekali. Ia terkejut saat mendengar suara nahkoda yang berhasil membangunkannya sekaligus. Ariel mengerjap-ngerjapkan matanya. Dan…wow, pemandangan di tempat ini benar-benar luar biasa, dan cahaya di sini benar-benar terang –lebih teran daripada di daratan tempatnya tinggal.

“Apa tempat ini yang paling dekat dengan bintang kita?” tanya Ariel tanpa sadar dan membuat Luhan menoleh ke arahnya dengan sebelah alis terangkat.

“Kilometer 0 Poseidon, titik terdekat dengan bintang Poseidon, kau tidak tahu? Kupikir nilai geografimu cukup bagus,” sindir Luhan yang membuat Ariel sedikit menrengut. Jika berani, Ariel pastis udah berteriak, “Ya! Aku memamng tidak suka geografi bahkan geo-sosial! Bahkan aku membenci guru geografiku!”

Tapi akhirnya Ariel menelan semua umpatannya dan hanya berjalan mengikuti Luhan di belakang. Dan mulut Ariel langsung ternganga saat melihat gerbang yang bertuliskan PE Academy berdiri dengan megah di hadapannya. Ia seperti melihat gerbang istana kaisar Poseidon.

“Selamat datang di PE Poseidon. Kau Luhan, kan? Dan…kau Ariel?”

Ariel mungkin harus ditampar saat ini juga. Selain disambut cahaya terang, pemandangan indah, juga kemegahan PE Academy ini, ia juga disambut oleh laki-laki dengan senyum terindah se-Poseidon. Baiklah, ia pernah memuji teman sekelasnya dengan senyum maut yang membuat jantungnya hampir melompat, tapi laki-laki ini memiliki senyum yang lebih indah dan membuat Ariel seperti akan meleleh detik itu juga.

“Hallo, nama saya Donghae. Saya yang akan menjadi pembimbing kalian. Senang bisa bertemu dengan kalian berdua, tim 7.” Sambutnya dengan suara halus yang membuat Ariel merasa ingin mencakar dinding. Astaga! Suaranya indah, wajahnya tampan, senyumnya manis, apa di sini ia akan menemukan lebih banyak laki-laki tampan lainnya?

Tapi…Donghae? Donghai?

Seingat Ariel, kata Donghae berasal dari kata ‘donghai’ yang artinya sungai. Ariel pun melirik kembali laki-laki yang kini memberikan sebuah pin yang katanya adalah ID pengenal kami. Ariel tidak yakin, tapi nama laki-laki ini menunjukkan bahwa ia seharusnya berasal dari kalangan bangsawan. Sungai, danau, laut, atau apapun nama yang berbau ‘air’, biasanya digunakan untuk orang-orang dari keturunan kaisar.

“Berjalanlah sejajar denganku,” Luhan pun menarik Ariel agar berjalan sejajar dengannya, “Jangan terlalu menunjukkan kau ini bodoh,” dan Ariel hampir saja mencekik laki-laki yang selalu bicara seenaknya ini. Mungkin Ariel akan menyiapkan rencana besar untuk membuat Luhan menyesali setiap tingkah kurang ajarnya, atau mungkin…tidak sama sekali.

 

***

 

Ariel pernah mendengar mengenai PE Academy ini. Sekolah yang sangat megah, modern, penuh nilai artistik, dan…berapa banyak lagi pujian yang harus Ariel lemparkan? Sekolah yang katanya didirikan khusus untuk orang-orang berintelektual tinggi, dan lulusannya akan bekerja di pemerintahan, atau…seperti sekarang, dijadikan tempat untuk pelatihan bagi mereka yang akan menjadi penjelajah angkasa. Ya. Angkasa, jagat raya, atau apapun itu, karena kami bangsa Poseidon bukan hanya menjelajahi bumi.

Ariel tidak yakin, meskipun kabar burung yang beredar bahwa bumi bukan satu-satunya planet yang memiliki mahluk hidup, tapi katanya bumi memiliki energi sendiri yang membuat mahluk mana pun akan tertarik untuk meneliti, hidup, atau bahkan memanfaatkan energi bumi yang selalu bisa disesuaikan dengan keadaan planet lain –panet Poseidon khususnya. Bahkan, Ariel pernah mendengar gosip mengenai pembuatan mesin untuk mengangkut energi dari bumi ke Poseidon. Ah…Ariel tidak paham detailnya sih, tapi Ariel juga pernah mendengar mengenai pembuatan gerbang yang dapat menghubungkan antar galaksi.

Yang intinya…semua gila.

Ya. Penjelajah angkasa, jagat raya, planet, pembuatan satelit, atau pun pengangkutan energi yang tidak mungkin dapat dibayangkan seperti kapal mengangkut bahan makanan, apalagi mengenai gerbang antar galaksi, semua terdengar tidak masuk akal.

Inilah alasan kenapa ia lebih tertarik pada bidang sosial yang tidak akan mengganggu otaknya menjadi gila. Ia tidak pernah meneliti ini itu dengan rumus yang membuat perutnya mulas dan ingin muntah.

“Ini ruangan kalian, dan kamar kalian ada di dalam. Dan…” Donghae pun merangkul pundak Luhan dan Ariel, “Sebenarnya sangat jarang perempuan menjadi bagian dalam misi penjelajahan seperti ini, jadi maaf kami belum mnyediakan ruangan khusus perempuan. Juga, jangan macam-macam, aku tidak ingin mendnegar skandal dari kalian…”

Ariel bergidik ngeri. Apa katanya? Skandal?

Gila. Ariel pun menatap Luhan yang tersenyum mencemooh dan Donghae yang tersenyum naïf begantian. Mereka tampan, dan mungkin cerdas, tapi mereka…gila. Segila semua ide yang dimiliki pemimpin Poseidon.

 

***

 

“Kau mau mengambil kamar yang mana?” tanya Luhan setelah mendiamkan Ariel beberapa menit –setelah Ariel mengecek kamar mandi, mengecek jendela, mengecek tiap kamar, bahkan tiap sudut ruangan yang sebesar ruang tamu di rumahnya yang dilengkapi rak-rak buku, meja, computer, sofa, dan dua kamar terpisah yang sama-sama luas dan satu kamar mandi.

Ariel pun melemparkan tubuhnya ke atas sofa dan…Tuhan! Ia sangat beruntung bisa menempelkan pantatnya ke arah sofa seempuk ini. Bahkan sofa di ruang kepala sekolahnya dulu tidak seempuk ini. Ariel pun menidurkan dirinya di atas sofa, sepertinya tidur di atas sofa hijau ini pun bisa membuatnya merasa tidur di atas ranjang mahal. Empuk sekali.

“Terserah, aku tidak keberatan tidur di mana pun, di sini juga,” kata Ariel sambil memejamkan matanya. Menikmati surganya beberapa saat sebelum ia akan merasa gila dengan semua kegilaan yang baru saja menjemputnya.

Luhan mendesis kecil. Gadis ini benar-benar norak, serampangan, juga kampungan. Gadis itu bahkan belum menutup mulutnya sampai ia meniduri sofanya saat ini. Meskipun…yeah, Luhan juga terkagum-kagum pada bangunan tempat ini, tapi bukan berarti di aharus bergumam sepanjang jalan dan ternganga seperti orang idiot.

“Aku akan mandi duluan,” Luhan pun melepas jubah luarnya dan berjalan menuju kamar mandi. Namun langkahnya terhenti saat gadis kampungan –menurutnya—itu memanggilnya, “Luhan, ponsel kita tidak akan disita, kan?”

Luhan pun menaikkan sebelah alisnya, “Tidak. Tapi jika kau memakainya di jadwal yang tertempel di dinding, mereka akan merampasnya. Kau bisa membawanya sampai kita ke bumi, tapi…ingat saja, di bumi tidak akan ada satelit yang bisa digunakan untuk berkomunikasi dengan Poseidon,” Luhan pun langsung masuk ke dalam kamar mandi.

Ariel pun tersenyum sedih. Yeah…tidak seburuk itu, sih. Tapi tetap saja buruk. Gila. Sinting…

“Hai, Bobby! Aku sudah sampai…” tapi ia tidak peduli, ia harus menikmati semuanya sebelum ia merasakan siksaan berat ini.

 

***

 

Ariel memperhatikan Luhan yang tengah menata tempat ini –yeah, Luhan begitu berkuasa di sini. Dan Ariel hanya menjadi penonton tak dibayar yang menganggur. Untung saja wajah tampan Luhan bisa dijadikan tontonan, ia jadi sedikit terhibur…

“Jangan membuka semua barang-barangmu, kita hanya akan sebulan di sini sebelum kita pergi ke bumi,” kata Luhan tanpa menoleh ke arah Ariel.

Ariel pun hanya mengangguk tanpa bersuara, “Tapi, kita akan melakukan apa saja di sini? Mempelajari bumi? Belajar bahasa bumi? Atau…”

“Belajar untuk bertahan hidup…” potong Luhan masih tanpa melihat ke arah Ariel, seolah komputer yang sedang diotak-atiknya lebih layak diperhatikan.

Ariel mengerutkan dahi bingung, “Apa maksudnya?”

Luhan berdecak dan menoleh ke arah Ariel, “Kita akan pergi ke tempat dimana mereka bukan orang Poseidon. Tentu saja kita harus mementingkan pertahanan diri ketimbang yang lainnya, menstabilkan kekuatan kita, dan menyesuaikan diri kita.”

Ariel semakin pusing dengan perkataan Luhan –jadi ia jauh-jauh ke bumi hanya untuk kekuatannya yang bahkan hanya dipakai Ariel untuk bermain-main? Aneh, “Lalu, misi ke bumi itu apa?”

Luhan pun berdecak keras dan enatap Ariel tajam. Ini alasan kenapa ia malas satu kelompok dengan perempuan, perempuan itu terlalu banyak bicara, terlebih jika ditambah bodoh seperti gadis di hadapannya ini, “Jadi apa saja yang kau baca dari informasi yang dikirim ke rumahmu?” marah Luhan.

Ariel menatap tajam Luhan, dan Ariel pikir saatnya bermain-main dengan Luhan, “Membuangnya, tentu saja. Aku masih berpikir jika aku akan dibebas tugaskan, aku kan tidak pintar,” celetuknya cuek.

Wajah Luhan langsung memerah –marah, “Apa?!”

Ariel pun melipat tangannya di depan dada, “Pergi ke bumi adalah hal tergila yang pernah terjadi di dalam hidupku. Jadi, daripada kau gila membaca informasi yang tidak kumengerti, kubuang saja…” dan sebuah buku tebal melayang tepat ke arah kepala Ariel, dengan keras pula. Luhan baru saja memukulnya dengan kekuatan telekinesisnya.

 

***

 

“Ingat, peraturan nomor satu, kalian tidak boleh membocorkan identitas kalian. Jika ada yang bertanya nama kalian di tempat ini, sebutkan kode ‘07’. Dan peraturan kedua, kalian dilarang mempercayai sesama anggota misi di tempat ini kecuali dengan coach dan partner kalian.” Jelas Donghae dengan mimik serius, “Yang ketiga, kalian dilarang membocorkan informasi apapun dari tempat ini, pada pin identitas kalian, terdapat sadap. Dan…Ariel,” Ariel mengerjapkan matanya kaget saat Donghae memanggil namanya, “Hari ini kumaafkan karena kau membicarakan PE Academy keluar, tapi setelah ini, kau akan terkena sangsi jika melakukannya lagi.”

Ariel menelan ludahnya pahit. Ia benar-benar merasatersudut sekarang, terutama oleh tatapan tajam Luhan –meskipun Donghae menatap Ariel lembut, “Ma-maaf, aku takkan melakukannya lagi.”

Donghae pun tersenyum, “Aku tahu.” Katanya dengan nada lembut yang…ergh!

Ariel tiba-tiba saja teringat obrolannya bersama Bobby, “Tempat ini sangat luas, besar, indah, megah, dan…astaga kau harus melihatnya sendiri! Pembimbingku juga tampan! Sangat tampan! Aku rasa aku ingin berlari dan tenggelam dalam senyuman indahnya!”

Tuhan…selamatkanlah Ariel dari rasa malu.

“Tapi…sampai kapan kau menjadi pembimbing kami?” tanya Luhan tiba-tiba.

“Sampai kalian selesai dari misi ini…”

Ariel tersenyum garing –antara senang dan…sedih, karena ia tak bisa menyembunyikan rasa malunya.

 

***

 

Ariel kembali ternganga saat menginjakkan kakinya di sebuah aula besar yang sebesar halaman sekolahnya. Tapi lucunya, Ariel justru hanya melihat 20 peserta di sini. Catat, garis bawahi, dan beri bold, hanya 20 orang di ruangan yang bisa menampung 500 orang ini! Dan yang membuat Ariel ingin menenggelamkan dirinya, adalah fakta bahwa dirinya satu-satunya perempuan di sana…di antara laki-laki tampan. Ya, semuanya tampan. Dan Ariel seharusnya membawa tissue, berjaga-jaga jika ia mimisan karena ketampanan mereka.

“Tetap di sampingku,” bisik Luhan sambil memegang tangan Ariel.

Ariel tersenyum naïf. Andai saja ini seperti dalam opera yang sering dimainkan oleh pacar Bobby, ia menjadi perempuan beruntung yang selalu dilindungi dan dikelilingi laki-laki tampan. Wah, ia pasti bangga sekali bisa membawa menantu tampan ke rumahnya nanti untuk sang ayah. Lihat, Ariel benar-benar mulai gila.

Ariel pun ditarik Luhan untuk duduk di sebuang bangku yang sudah disiapkan. Ariel kembali menoleh ke samping kanan dan kiri, dan dia benar-benar dikelilingi laki-laki tampan. Jika saja Luhan adalah Bobby, mungkin ia akan merangsek ke sisi tubuhnya dan mulai melindungi detak jantungnya yang mulai gila. Sayangnya dia adalah Luhan, dan dia seperti garam untuk luka.

Kemudian, ruangan yang luas itu mendadak senyap ketika seorang wanita dengan jubah khas Poseidon memasuki aula dan memandangi satu per satu wajah peserta yang mengikuti pelatihan pertama hari ini. Pembawa acar atadi mengatakan bahwa nama wanita ini adalah Liyin –Ariel lupa apa jabatannya hingga dia bisa berdiri dengan dagu terangkat seperti itu, tadi ia tidak mendnegarkan dengan serius.

“Selamat datang pada acara ini, pengarahan pertama kalian sebelum kalian memulai misi. Kalian merupakan orang-orang pilihan kaisar untuk mengemban misi besar, dan juga untuk pelaksanaan beberapa program penting untuk kelangsungan Poseidon. Dan…”

Dan yang Ariel tahu, setelahnya Ariel mengantuk dan kehilangan kesadarannya. Ia seperti mendengar nyayian sebelum tidur dari suara wanita itu. Maafkan aku Liyin, sepertinya hari ini aku tidak bisa mendnegarkanmu sampai selesai.

 

***

 

“Dia gila! Dia tertidur saat acara berlangsung. Lagipula apa yang kau pikirkan, hah? Kau kira kita sedang bermain-main? Begitu?” marah Luhan kepada Ariel. Yeah, Ariel selamat dari acara itu, tapi kakinya tidak selamat dari injakkan kaki Luhan yang sangat keras.

Donghae yang mendengar aduan itu hanya tersenyum, “Tidak apa-apa, kalian kan masih pemula, lagipula Ariel memang butuh banyak istirahat, dia kelelahan,” kata Donghae sambil mengusap kepala Ariel –menghiburnya.

Luhan berkacak pinggang dan menatap kesal Ariel. Bayangkan saja, sejak pertama anak perempuan ini sama sekali tidak memiliki keseriusan. Dia tidak membaca informasi mengenai misi ini –bahkan seperti orang idiot di amalah membuangnya, kemudian ia bersikap seperti orang bodoh, banyak bicara, dan untuk pengarahan tadi dia malah tertidur. Bagaimana jika mereka sudah menjalankan misi?

“Sudahlah. Jangan marah begitu, ukankah kau partner-nya? Ini tugasmu untuk mengarahkannya juga,” kata Donghae kali ini menepuk pundak Luhan.

Luhan tidak menjawab apa-apa dan langsung masuk ke kamarnya. Ia benar-benar merasa frustasi. Misi ini adalah kasus serius, dan anak idiot itu malah menganggapnya sebagai sebuah permainan.

 

***

 

Ariel kembali menghapus ingusnya yang tidak kunjung berhenti keluar. Yeah, ia menangis selama setengah jam tadi –setelah Luhan memberi hukuman sambil melempar buku tebal mengenai bumi dan juga misi ini, kemudian seperti peran antagonis dalam opera, Luhan menyuruh Ariel untuk merangkumnya dan melakukan presentasi di hadapan Luhan.

Ariel menangis, tentu saja. Ia dimarahi, ia merasa bodoh, ia merasa tidak berguna, dan ia merasa bahwa ia benar-benar tidak cocok dengan misi ini, atau apapun itu yang berhubungan dengan program negaranya. Dan Ariel merindukan rumah, ia merasa tak satupun ada yang mendengarkannya, ia merasa kesepian dan merasa takut secara bersamaan. Dan yang membuatnya ingin menangis lebih kencang, karena ia merasa stress untuk merangkum buku sialan yang entah dimana Luhan mendapatkannya.

Dan di sisi dinding, Luhan hanya merasa bersalah dan memperhatikan anak perempuan yang terus menarik ingusnya agar tidak menetesi kertas di depannya. Luhan pun mendnegus panjang, Luhan tidak bermaksud membuat anak itu menangis, tapi anak itu benar-benar harus dihukum.

“Jangan terlalu keras padanya. Kau tidak tahu? Dia adalah anggota termuda, dan tentu saja dia sangat shock karena penentuan misi ini sangat mendadak, belum lagi dia adalah perempuan. Jadilah temannya, jangan buat dia menjadi stress dan mengacaukan dirinya sendiri saat sampai di bumi. Ingat, pertahanan diri kalian.”

Luhan mendengus panjang saat ucapan Donghae menyebrang di kepalanya. Ia tidak bermaksud membuat anak perempuan ini menangis, stress, atau apapun itu, tapi…ia benar-benar kesal dengan tingkah kekanakannya. Atau mungkin karena dia memang masih anak-anak…

Luhan pun akhirnya memutuskan untuk mendekati anak perempuan yang masih meneteskan air matanya itu –disusul suara ingusnya yang masih belum behenti. Berisik,d an menjijikkan. Tapi Luhan berusaha mengabaikannya dan fokus pada Ariel.

Ariel hanya menoleh sekilas sebelum ia menulis kembali. Ia sepertinya marah pada Luhan. Dan Luhan tak menemukan cara untuk menghiburnya –ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Selama ini ia hanya menghadapi Angela, dan Angela adalah kekasihnya. Sedangkan gadis ini?

“Kau…dari golongan telekinesis juga, kan?” tanya Luhan berbasa-basi –yang tentunya payah—sambil menarik selembar kertas yang telah terisi penuh dengan rangkuman Ariel, kemudian menarik kertas lain. Sudah ada 13 halaman rupanya.

Ariel menggeleng –dan membuat Luhan menaikkan sebelah alisnya, “Aku keturunan golongan telekinesis, tapi kekuatanku teleportasi. Aku tidak terlalu bisa melakukan telekinesis,” kata Ariel dengan suara serak.

Luhan semakin bingung. Jelas sekali ia membaca profil Ariel dan membaca kata ‘telekinesis’ dan bukannya ‘teleportasi’, “Tapi dalam profilmu…”

“Ayahku memang dari golongan telekinesis, tapi ibuku memiliki telekinesis dan teleportasi. Jadi aku juga memiliki dua kekuatan utama, tapi aku lebih bisa melakukan teleportasi,” katanya lagi menjelaskan kebingungan Luhan. Ini bukan pertamakalinya Ariel ditanyai hal seperti ini, karena dari semua kekuatan otak –selain kekuatan air—yang dimiliki bangsa Poseidon, mereka biasanya tidak bisa memiliki lebih dari satu kekuatan utama. Tapi karena mungkin gen ibunya, maka Ariel bisa memiliki dua kekuatan itu sekaligus, meskipun ia tidak ahli dalam keduanya.

“Aneh, setahuku hanya keturunan kaisar yang bisa…”

“Kau kira kita semua bukan keturunan kaisar?”

“Apa maksudmu?”

Ariel mendengus, untuk pertama kalinya Ariel merasa Luhan agak bodoh, “Tentu saja karena kita tetap satu keturunan dengan kaisar. Dasarnya kita sama dengan kaisar, bukan? Hanya kedudukan saja yang membedakan saat ini.”

Bukan itu! Luhan ingin berteriak tepat di depan wajah Ariel, tapi ia mengurungkan niatnya dan mengambil kertas lain. Setahunya, bagi keturunan kaisar, biasanya mereka diberi sebuah rangsangan pada syaraf dan otak agar bisa menerima kekuatan utama lebih dari satu. Luhan pernah membaca dan membahasnya dengan Angela, pernah ada tanaman air semacam itu yang digunakan oleh kedokteran istana Arang. Tapi setelah pergi ke lapangan, tanaman itu tidak pernah ditemukan, meskipun ada beberapa catatan yang memuatnya.

“Hey, darimana kau mendapatkan informasi ini? Buku itu tidak mengatakan bahwa manusia dan bangsa Poseidon memiliki kesamaan!” protes Luhan saat membaca paragraf yang tidak sesuai dengan isi bukunya.

Ariel mendengus panjang, “Aku kan harus presentasi, artinya aku harus menambahkan analisisku. Pernah baca buku ‘Yunani?’, itu buku puisi klasik yang sampai saat ini tidak diketahui artinya. Tapi dalam beberapa sumber lain, yunani ternyata nama sebuah tempat, bangsa, atau apapun itu yang ada di bumi. Poseidon adalah salah satu nama dewa jika di bumi, dan dewa itu ada di yunani,” suara ingus milik Ariel menjeda suara Ariel, “Dalam buku ini juga ada cerita tentang yunani, tapi aku tidak akan meringkasnya secara mendetail. Dan lagi, jika aku menghubungkan dengan sumber lain, seharusnya kesamaan bumi dan Poseidon adalah benar.”

“Kau bilang kau tidak suka bumi, tapi kau menceritakannya seperti menghitung satu ditambah satu?”

“Aku suka membaca puisi klasik, sastra klasik, dan semuanya memiliki istilah-istilah yang sama dengan bumi. Tidak ada satupun yang menuliskan bumi secara konkrit, tapi istilah-istilah yang ada pada tulisan-tulisan klasik itu ada pada bahasa bumi. Biasanya, istilah itu tidak ada artinya dalam bahasa kita.”

“Kenapa kau sangat yakin? Kau kan tidak punya bukti dari peneliti kita.”

“Aku tidak menuliskan semua analisisku, kok. Hanya yang itu saja, yanga da bukti konkritnya. Aku hanya menceritakan apa yang pernah aku baca. Tapi…mungkin saja ada, kan? Kau tahu tulisan arang yang tidak bisa dipelajari secara umum? Dalam novel karangan Lizzy, disebutkan ada banyak arsip yang memakai tulisan arang dan disana ada banyak rahasia, termasuk bumi,” Ariel kembali menghapus ingusnya, “Itu hanya novel, sih. Tapi logikaku berkata, mungkin saja ada rahasia semacam itu, kan? Kita sudah pernah melakukan perjalanan ke bumi, jadi siapa tahu rahasia-rahasia semacam itu memang ada.”

Dan kali ini Luhan yang ternganga dengan penjelasan Ariel. Tidak, bukan dengan apa yang dijelaskannya, tapi bagaimana Ariel menjelaskannya. Luhan pun menegakkan punggungnya dengan gerakan kaku. Yeah, ia akhirnya tahu alasan kenapa Ariel ada disini.

Dia…cerdas.

 

-to be continued-

20160728 AM0017

11 respons untuk ‘Medals (chapter 3)

  1. Kayanya kalo Jadi Ariel dan ketahuan ngomong kaya gitu sama Donghae pasti berharap bumi terbelah jadi 2 dan langsung lompat ke dalamnya lalu menghilang selamanya yahh hahaha 😁😁😁

    Disukai oleh 1 orang

  2. Ff nya keren banget, cuman masih rlom mudeng soal planet bosaidong-,- aaa ada ariel sama luhan lagiii, suka sama couple inii. Masih bingung sebenarnya sama cerita ff nya hahaha
    Fighting, ditunggu chapter selanjutnya. Oh iya, ff way of two rings kapan update nya eon? Hehehe

    Disukai oleh 1 orang

  3. Ping-balik: Medals (chapter 4) | Xiao Hyun's Pen World

  4. Ping-balik: Medals (chapter 4) | FFindo

Tinggalkan komentar