Way of Two Rings (chapter 25)

the-way-of-two-rings1

Title     : Way Of Two Rings

Genre  : AU, Romance, Marriage Life, School Life

Main Cast: Lu Han, Ariel Lau (OC)

Other Cast : Find by yourself

Rating : PG

Length : Multi chapter

Auhtor : Nidhyun (@nidariahs)

Disclaimer : the story is pure mine. Also published

xiaohyun.wordpress.com

Cover by : Alkindi @Indo Fanfiction Art

 

***

“Yak! Kenapa kau tidak masak sendiri saja? Pokoknya aku ingin makan masakanmu, titik!”

Ariel menjauhkan ponsel dari telinganya dan memberi sejumlah uang pada pelayan toko sup ayam pedas yang didatanginya. Dasar Luhan kekanakan, sudah tahu Ariel harus sekolah pagi-pagi buta setelah sibuk terpontang-panting karena harus pulang dari rumah sakit ke apartemen mereka dan berangkat sekolah sendiri. Dan sekarang, dengan seenaknya lelaki itu malah menyuruhnya memasak sedangkan ia baru saja keluar dari sekolah pukul tiga sore ini.

“Kenapa diam saja? Aku ingin kau yang memasaknya Ariel…”

Ariel mendengus panjang dan menyeret kakinya kasar keluar toko, “Dengar ya anak rusa paling cengeng di Korea, aku baru pulang sekolah dan tidak akan sempat memasak untukmu. Mama ada di rumah, kan? Kau bisa minta Mama…”

“Memangnya memasak untukku sesulit itu ya?!”

Ariel mendengus panjang dan melirik jam di ponselnya. Ia mengerti Luhan sedang sakit dan berubah manja –ah, tidak, tapi menyebalkan—tapi bukan berarti Luhan bisa menyuruhnya ini itu seenak jidatnya. Akhirnya, ia pun memutus telepon secara sepihak dan menghubungi nomor lain selama duduk di halte.

“Oppa, maaf sepertinya hari ini aku tidak bisa datang ke studio,” Ariel pun bangun dan tersenyum kecil pada wanita hamil yang baru saja mengambil tempat duduknya, “Ya…kakakku…kakakku sedang sakit, dan orang tua kami dari Jepang baru saja sampai. Aku juga baru pulang sekolah, jadi sepertinya aku tidak akan sempat untuk datang ke studio hari ini, maaf…” Ariel pun menghentikan taksi dan langsung menaikinya, “Ya aku akan mengirim draft-nya pada Oppa nanti. Kirim saja emailnya, aku akan mengirimnya malam ini. Ya…sekali lagi aku minta maaf Oppa…”  Ariel pun menutup teleponnya dan berkata, “Ajussi tolong ke rumah makan Jepang di jalan Haseon,”

Ariel rasanya seperti orang sibuk. Ia baru bolos sehari dan Jung Ah sudah mendiktenya dengan sejumlah tugas yang harus dikerjakannya untuk minggu depan, kemudian ia juga melupakan tentang skrip untuk drama yang akan dipentaskan akhir pekan ini, dan yang paling menyebalkan Luhan begitu cengeng dan membuat kepalanya sakit dengan setiap deringan telepon yang masuk ke ponselnya. Dan sekali lagi, Ariel harus mengangkat telepon dari Jung Ah yang sejak tadi menanyai keberadaannya.

“Aku baru akan membeli makanan untuk malam ini, aku tidak akan mengambil les malam, tolong katakan pada…”

“Kau mendapat remedial di pelajaran ekonomi! Yoon Saem ingin kau mengikuti tugas remedial sore ini, kau harus kembali ke sekolah!” potong Jung Ah cepat dan membuat Ariel harus menggaruk kepalanya kasar.

“Tidak bisa kau mengatakan pada Yoon Saem aku…”

“Kau tidak tahu bagaimana menyebalkannya dia ketika mempersulit murid yang tidak disukainya? Datang ke sekolah dan ambil tugasnya sekarang! Kita bisa minta tolong pada Chunji…”

“Baiklah! Baiklah! Aku ke sekolah sekarang!”

Ariel pun menuliskan alamat apartemennya pada kertas memo dan memberikannya pada supir taksi. Hari ini sepertinya dia tidak terlalu beruntung, “Ajussi tolong turunkan aku di depan saja. Dan berikan ini pada alamat ini…” Ariel pun memberikan kertas memo tersebut pada supir taksi dan langsung kembali ke sekolah untuk menuntaskan remedialnya. Benar-benar hari yang sangat tidak beruntung, bukan?

 

***

 

“Ariel, ponselmu terus bergetar.  Kau tidak mengangkatnya?”

Ariel langsung membalikkan layar ponselnya ketika Jungah mencoba untuk mengintipnya. Jungah pun memanyunkan bibirnya dan langsung mengambil tempat duduk di sebelah Ariel yang sedang sangat serius –terlalu serius—mengisi puluhan soal yang diberikan oleh guru ekonomi mereka.

“Kau yakin tidak akan ikut les malam ini?”  Jung Ah pun membuka pembicaraan dan ikut membuka buku ekonominya. Mereka benar-benar sahabat yang solid bukan? Bahkan untuk remedial pun mereka harus melakukannya bersama-sama.

Ariel menggeleng pelan dan mulai menghitung perhitungan pendapatan perkapita yang membuatnya ingin muntah. Meskipun terlihat sepele, tapi ia tidak habis pikir dengan cara berhitung yang berlaku untuk pelajaran ekonomi, selain berbeda dengan cara berhitung matematika, Ariel memang sama sekali payah dalam soal hitungan.

“Kau benar-benar tidak akan kuliah? Kau yakin? Aku tahu kau mungkin orang yang cukup berada, tapi…pendidikan itu sangat penting di zaman ini,”

Ariel pun memutar kepalanya ke arah Jung Ah dan menatap lama sahabatnya itu. Ia sempat membuka mulutnya hendak mengatakan sesuatu, tapi akhirnya ia urung dan kembali mengisi soal, “Aku akan mendaftar ke Praha. Jika aku beruntung, mungkin aku akan benar-benar sekolah di sana. Aku sudah mengajukannya ke sekolah, tapi mereka memintaku untuk mempertimbangkannya lagi karena yang aku ambil adalah jurusan perfilm-an, sedangkan spesifikasiku lebih condong cocok untuk jurusan musik,” Ariel pun akhirnya tetap menumpahkan isi pikirannya, sesuatu yang membuatnya gamang belakangan ini. Ariel tidak yakin untuk menceritakan masalah ini pada keluarganya, terlebih Ariel juga belum menceritakannya pada Luhan yang sempat mengeluh tidak ingin ditinggalkan Ariel ke luar negri.

Jung Ah pun menghentikan gerakan tangannya dan balik membalas tatapan Ariel, “Jadi Jungkook benar? Kau akan mendaftar ke jurusan film dan sedang sibuk dengan latihan membuat naskah dengan bantuan keluarga Chunji?”

Ariel pun mengangkat jari telunjuk tangan kanannya ke arah bibir, “Jangan keras-keras, tidak banyak yang tahu aku akan mengambil jurusan itu,” Ariel kemudian melipat tangannya di atas meja, “Tapi…kemarin aku sempat ditolak LFS London,” Ariel pun mendengus panjang, “Aku takut aku juga akan ditolak di Praha…”

Jung Ah pun menutup buku ekonominya dan menatap Ariel serius, “Maka dari itu kau harus mendaftar universitas lain. Kau bisa mengambil jurusan film atau musik untuk suneung akhir tahun nanti,” tapi kemudian bahu Jung Ah langsung merosot, “Kecuali kau benar-benar ingin pergi ke Praha dan tidak ingin kuliah dimana pun selain di sana….  Semua kembali tergantung padamu,”

Benar, semua tergantung kembali pada Ariel. Ia sendiri tidak yakin apakah ia benar-benar ingin masuk ke FAMU Praha karena ia menyukai jurusan yang ada di sana, atau hanya karena ia menjadikan Praha sebagai salah satu tempat yang paling ia sukai dari semua tempat yang pernah ia datangi. Ariel bahkan tidak yakin apa yang akan ia lakukan setelah ia lulus dari FAMU. Karena nyatanya ia hanya melakukan apa yang ingin ia lakukan dan apa yang ia suka tanpa tahu tujuan ia melakukan semua itu.

 

***

 

[Kenapa kau menutup teleponnya?]

[Angkat teleponku Ariel!]

[Ariel…]

[Ariel aku akan marah padamu jika kau masih mengabaikanku.]

[Baik, aku akan marah sungguhan terhadapmu.]

[Ini sudah jam enam sore, kau ada dimana?]

[Kenapa belum pulang? Kau dimana?]

[Bisakah kau mengangkat teleponku?]

[Tega sekali kau mengangkat telepon Mama tapi tak menjawab satupun teleponku.]

Ariel mendengus geli mebaca sisa pesan yang masuk ke ponselnya. Luhan pasti mengalami kerusakan otak yang parah dan membuat sikapnya jungkir balik seperti anak kecil. Lagipula Luhan meneleponnya hanya untuk mengomel mengenai makanan –dan Ariel sama sekali tidak punya waktu untuk mendengar keluhan tak penting Luhan sedangkan ia harus mencoba membujuk guru BK nya agar Ariel bisa mengulur waktu sedikit lagi karena ia satu-satunya yang belum mengumpulkan angket. Belum lagi ia juga harus mengisi lima puluh soal ekonomi yang membuat perutnya melilit –ia tak habis pikir bagaimana bisa ada soal-soal gila seperti yang diisinya tadi.

“Ariel, kau baru pulang?”

Ariel masih membaca sisa pesan dari Luhan ketika Chunji yang entah datang darimana, menyapanya dari ujung anak tangga dan memberi senyum hangat terhadap Ariel, seperti biasa. Ariel pun menggeleng pelan dan memasukkan ponselnya ke dalam tas, “Aku baru saja dipanggil guru konseling. Kau tahu kan aku belum mengumpulkan angket,” Ariel mencebik ketika terpaksa mengingat serentetan ceramah yang diberikan guru BK nya.

Chunji terkekeh tanpa mengatakan apapun. Kemudian ia mensejajarkan langkah kakinya dengan Ariel, “Tapi kau suka dengan orang-orang studio, kan? Mereka memperlakukanmu dengan baik, kan?”

Ariel mengangguk cepat, “Aku sangat bersyukur karena bisa betemu orang-orang sebaik mereka. Dan aku juga sangat bersyukur karena memiliki teman sebaik dirimu,” Ariel menarik sudut bibirnya lebar. Tanpa Chunji, Ariel pasti tidak akan memiliki keinginan untuk melakukan sesuatu seperti sekarang.

Chunji tersenyum sumbang –entah ia harus merasa senang atau kecewa, di sisi lain ia merasa senang karena setidaknya ia bisa sedikit diandalkan oleh Ariel, tapi di sisi yang lain, Chunji merasa segaris kecewa memenuhi dadanya karena…Ariel sepertinya memang hanya menganggap Chunji sebagai teman.

“Kau ingat saat Jongin Sunbae menyatakan perasaannya padamu dua tahun lalu?” seloroh Chunji ketika mereka berdua melewati lapang olah raga. Angkatan mereka pasti tidak akan melupakan momen dimana salah satu murid paling terkenal di sekolah menyatakan perasaannya di tengah lapang pada Ariel, yang notabennya hanya seorang murid biasa.

Ariel mengangkat kepalanya dan menatap Chunji lama. Ia ingat. Tentu saja tidak ada alasan bagi Ariel untuk melupakan cinta pertamanya itu. Tapi yang menarik perhatian Ariel, justru karena serta merta Chunji membahas masa lalu yang bahkan tidak terlalu penting untuk dibahas itu. Ariel pun akhirnya ikut memutar kepalanya dan memerhatikan lapangan yang sudah gelap.

“Kenapa tiba-tiba membahas soal itu?” Ariel pun balik bertanya dan kembali menatap Chunji.

Chunji tersenyum keci dan menarik napas panjang, “Aku…hanya menyesal saja,” katanya yang membuat alis Ariel meninggi.

“Menyesal?”

“Emm…” Chunji mengangguk pelan, “Jongin Sunbae memiliki keberanian yang besar untuk menyatakan perasaannya saat itu. Dan kau juga menerimanya begitu saja, padahal jika diperhatikan kau bahkan seperti tak memiliki perhatian khusus pada Jongin Sunbae…”

Ah –Ariel rasa ia tahu kemana arah pembicaraan Chunji. Ini bukan pertama kalinya Chunji membahas soal perasaannya seperti sekarang, tapi ini sudah lewat terlalu lama. Ariel juga sudah melewati hubungan yang jauh lebih serius dengan orang lain. Sama sekali tidak mungkin untuk Ariel membuka hatinya meskipun seandainya ia memang menginginkannya….

“Tetaplah jadi temanku,” ujar Ariel pelan. Ia tidak yakin dengan perkataannya sendiri, tapi ia tetap melanjutkan, “Kau tahu betapa bersyukurnya aku memiliki teman sepertimu? Tanpamu…aku mungkin takkan pernah menginginkan sebuah perubahan dalam diriku,” Ariel pun melempar senyum tulusnya pada Chunji, “Ariel Lau yang kau lihat sekarang merupakan sosok yang terbentuk karena keberadaanmu.”

Yeah –waktu benar-benar berjalan dengan sangat cepat. Ia ingat ketika ia menjadi orang paling asing di sekolah ini, dan Chunji dengan serta merta mengulurkan tangannya dan memperlakukan Ariel seolah mereka sama. Chunji akan menjadi orang pertama yang menolongnya tanpa menghakimi ataupunmengomentari keburukan Ariel. Chunji juga selalu berhasil membuatnya berubah ke arah yang lebih baik, bahkan sekarang dia membantu Ariel untuk mewujudkan impiannya masuk ke jurusan yang ia inginkan. Ariel tidak yakin akan seperti apa dirinya jika ia tak pernah memiliki teman seperti Chunji.

 

***

 

“Mama!” Ariel langsung berlari dan memeluk Mama Lu dari belakang. Ia seperti baru saja kembali ke rumah lama Luhan, dimana setiap hari ia pasti akan menemukan wanita yang sudah seperti ibunya ini akan berkutat dengan dapur bersama dengan asisten rumah tangga yang lain.

“Kau sudah pulang? Kau baik-baik saja?” Mama Lu berbalik dan menyentuh pundak Ariel, memerhatikan menantunya dengan seksama, “Kau tidak mengalami kesulitan, kan? Aku sangat khawatir saat Henry meneleponku dan mengabari bahwa Luhan masuk ke rumah sakit…”

“Mama bahkan tak memelukku seperti itu, tapi Mama menanyai anak perempuan itu padahal aku korban kecelakaannya,” celetuk Luhan dari ruang tengah tanpa melihat ke arah ibunya dan juga Ariel yang tengah melepas rindu.

“Lalu suruh siapa kau menyetir saat sakit?”

“Wah…Mama tidak membelaku? Aku sedang sakit dan Mama malah memarahiku?” dengan dramatis Luhan menunjuk dirinya dann menampakkan wajah sedih yang dibuat-buat, “Apa lihat-lihat?” marah Luhan ketika ia memutar bola matanya ke arah Ariel.

“Luhan aneh sekali setelah kecelakaan kemarin…” gumam Ariel pada dirinya.

Mama Lu terkekeh pelan dan kembali menyentuh pundak Ariel, “Cepat bersihkan dirimu dan turun. Kita makan malam bersama,” ucapnya dengan lembut. Alasan mengapa Ariel selalu merasa sangat nyaman di dekat wanita yang telah menjadi walinya selama di Korea. Ariel pun mengangguk cepat.

Namun, sebelum naik ke kamarnya, Ariel berjalan ke arah Luhan yang fokus pada layar TV dan mengecup pipi Luhan dari belakang, “Maafkan aku…” ucapnya cepat dan langsung berlari menuju lantai atas. Ariel yakin Luhan akan memberi ceramah panjang karena ia sudah mengabaikan lima puluh panggilan tak terjawab dan dua puluh pesan yang masuk ke ponselnya.

 

***

 

“Mama harusnya menginap saja. Kenapa kau tidak menahan Mama agar dia menginap, sih?” omel Ariel dari arah konter dapur. Tangan mungil gadis itu begitu sibuk mencuci peralatan bekas makan malam mereka semua.

Luhan yang mendengar dari arah ruang TV hanya mendengus dan memutar bola matanya, ia sedang kesal setengah mati pada Ariel, tapi perempuan itu sama sekali bertingkah seolah tidak ada masalah sama sekali.

“Aku tak akan sempat memasak yang lain, jadi aku hanya membuat ramen saja. Jangan banyak protes, aku masih sekolah dan sedang duduk di bangku kelas tiga, kau tahu betapa menyedihkannya aku sekarang?”

Ariel masih berceloteh dari arah dapur –dan Luhan hanya mendelik malas sembari memerhatikan TV di depannya. Ia masih marah pada Ariel, dan sepertinya Ariel tidak menganggapnya sesuatu yang serius dan sama sekali bertingkah seperti biasa.

Luhan pun mengubah posisinya menjadi berbaring dengan mata yang masih sibuk menyelami layar TV. Acara variety show yang menampilkan para pelawak dan para artis yang berakting lucu di depan kamera –dan sayangnya Luhan tak merasa terhibur. Ia bahkan tidak bisa sekedar pura-pura tersenyum untuk menunjukkan bahwa acara yang ia ikuti sejak tadi telah menghiburnya.

Namun, pendengaran Luhan sedikit terganggu dengan suara getar dari ponsel Ariel yang diletakkan sembarangan di atas meja. Luhan pun mengangkat kepalanya dan mengintip Ariel yang masih sibuk membuat sesuatu –entah apa. Meskipun sudah makan, tapi gadis itu takkan pernah merasa kenyang sebelum memakan ramen di malam hari. Kebiasaan yang amat mengerikan, bukan?

Dan, Luhan pun berdecak jengkel ketika ponsel Ariel lagi-lagi bergetar dan menimbulkan suara yang membuat mood Luhan teus-terusan menurun. Luhan tidak bermaksud untuk mengintip ponsel Ariel ketika tangannya terulur pada ponsel dengan case berwarna hitam tersebut, ia hanya bermaksud untuk mengubah mode getar pada ponsel itu menjadi mode hening –tapi tanpa sengaja matanya membaca sederet notifikasi di ponsel Ariel. Jungkook, Chunji, JungAh, dan…eww, Luhan meringis geli ketika membaca nama chats group “The Shining Star” –yang Luhan yakini beranggotakan teman-teman dekat Ariel di sekolahnya.

Luhan tidak bermaksud membuka dan membaca pesan line Ariel, tapi karena banyaknya pesan yang dikirimkan anak laki-laki bernama Jungkook, Luhan pun termakan rasa penasarannya dan akhirnya meyakinkan dirinya bahwa semua itu wajar dilakukan –toh Luhan dan Ariel sudah berstatus sebagai suami-istri, kan?

[from : Jungkook

Ariel, kudengar kau dapat remedial  ekonomi, maaf tidak bisa membantumu tadi.]

[Oya, besok sepulang sekolah ayo kita pergi ke suatu tempat, ada yang ingin kutunjukkan padamu!]

Luhan mencibir ketika mendapati ada lima stiker berbeda yang dikirimkan anak pecicilan itu, stiker hati, stiker tersenyum, stiker berpelukan, stiker bunga, dan yang terakhir stiker…kiss? Dasar gila! Tidak waras! Luhan saja yang memiliki banyak mantan kekasih, tak pernah satupun dari mereka mendapati stiker aneh dan tidak jelas seperti yang dikirimkan Jungkook.

Luhan benar-benar ingin berhenti membaca apa saja yang masuk ke dalam kotak masuk di akun line Ariel, tapi ia benar-benar tidak bisa menahan jemarinya yang kemudian membuka pesan masuk dari Chunji. Ia cukup tahu tentang anak lelaki ini, adik kelasnya yang menjadi buah bibir para guru karena prestasinya.

[from : Chunji

Emm…Ariel, aku minta maaf karena obrolan kita tadi.]

[Yeah…kau tahu, selama berada di dekatmu, aku belum bisa benar-benar melupakan perasaanku padamu.]

[Aku tidak menyesal telah menyatakan perasaanku padamu meskipun terlambat.]

[Kau…tetap mau jadi temanku, kan? Kita harus berteman selamanya, bahkan di kehidupan berikutnya.]

[Ah…ralat, kalau bisa di kehidupan berikutnya aku ingin menggantikan posisi tunanganmu, hehe]

Dan, Luhan langsung membanting keras ponsel Ariel ke atas meja. Apa-apaan barusan? Ariel baru saja mendapat pernyataan cinta? Lagi? Bahkan setelah cecunguk bernama Jungkook secara blak-blakan menunjukkan ketertarikannya pada Ariel, sekarang ada anak lelaki lain yang mencoba untuk menggoda Ariel seperti itu? Heol….

“Kenapa kau membanting ponselku begitu?” marah Ariel sesampainya di dekat Luhan dan menaruh ramen buatannya. Hanya satu mangkuk besar dengan sepasang sumpit, satu garpu, dan dua sendok. Kemudian setelah meletakkan mangkuk ramen tersebut, Ariel pun memungut ponselnya dan mengecek apa yang baru dilakukan lelaki itu pada ponselnya.

“Jadi, kau tidak mengangkat telponku karena berkencan dengan anak lelaki itu?” tuduh Luhan dengan nada sinis. Ia tidak sedang dalam mood yang bagus, dan mood-nya semakin parah ketika mengetahui Ariel diekori banyak cecunguk yang bisa saja merusak hubungannya.

Tanpa diduga, Ariel justru menarik pipi Luhan dengan keras hingga pemuda itu memekik kesakitan dan mencoba melepas tangan Ariel yang semakin keras menarik pipi Luhan, “Dasar brengsek! Untuk apa kau membaca pesan masuk di ponselku? Mau jadi penguntit?!” marah Ariel dan melepas tangannya dengan kasar dari pipi Luhan.

“YAK!” Luhan yang tidak terima langsung bangun dan menunjuk Ariel, “Kau sengaja tidak mengangkat teleponku dan kau pergi dengan laki-laki lain?! Menurutmu aku…”

“Kalau begitu jangan temui Irene eonni lagi di belakangku. Jangan bicara berduaan dengannya meskipun hanya membicarakan tugas. Dan jangan terlalu sering menghuunginya, terutama di belakangku,” sahut Ariel dengan nada datarnya. Cukup berhasil menohok Luhan hingga ia kehabisan kata.

“Kau selalu saja membawa-bawa Irene.” Keluh Luhan akhirnya dan kembali berbaring di atas sofa. Mendadak ia merasa jengkel sekali karena kakinya yang dibebat dan membuatnya menjadi tidak berdaya seperti ini.

“Maka dari itu, berhenti memojokkan teman-temanku.” Balas Ariel sambil melahap ramen buatannya sendiri. Ia sudah tidak tertarik lagi untuk berbagi ramen dengan Luhan dan memutuskan untuk menghabiskannya sendiri.

“Lalu menurutmu apa Irene bukan temanku?” Luhan pun menarik paksa Ariel untuk duduk di atas sofa dan menarik dagu gadis itu agar mau menoleh kepadanya, “Jika kau menyebut Jungkook yang mengaku ingin menjadi adik iparku sebagai teman, jika kau juga menyebut Chunji yang terus-terusan menerormu dengan ungkapan perasaannya sebagai teman, lalu apa bedanya dengan hubungan Irene denganku?”

Luhan mendengus panjang dan mengusap pipi Ariel, “Jika aku mau, aku sudah memacarinya bahkan sebelum kita menikah. Dia cantik, aku akui itu. Dia juga cukup pintar dan memang menarik. Tapi kau…” Luhan menunjuk Ariel dengan telunjuk tangan kanannya, “Hanya kau yang berhasil membuatku teguh pada keputusanku, bahwa aku mencintaimu tanpa perlu memiliki alasan kenapa. Irene adalah temanku, sama seperti aku berteman dengan Yoon Sohee dan juga Jung Soojung,”

“Mereka mantan kekasihmu,” lirih Ariel yang membuat Luhan…ayolah! Apakah respon seperti itu yang harus diberikan Ariel di situasi yang seharusnya berubah menjadi lebih cair dan hangat ini?

“Dan kau yang menjadi istriku.” Jawab Luhan sekenanya dan langsung mengambil mangkuk ramen di atas meja, kemudian melahapnya dengan garpu yang sempat Ariel gunakan, “Bagaimana bisa kau memakan ramen seperti memakan spageti?” keluhnya sambil memuta-mutar garpu tersebut.

“Berhenti memojokkan Irene seperti itu,” Luhan kembali angkat suara tanpa melihat ke arah Ariel, “Sama seperti kedua sahabatmu itu, Irene juga teman baikku. Jika sudah saatnya, aku pasti akan membuat semua orang tahu bahwa kau adalah istriku dan aku sangat mencintaimu.”

Dan, tanpa Luhan duga Ariel langsung memeluk Luhan dan mengecup pipi Luhan berkali-kali, “Yak…yak…. Kau tahu aku bisa menyerangmu lebih dari itu?” Luhan mengacungkan garpu di tangannya dan membuat Ariel tergelak.

“Ayo kita buat banyak anak! Aku ingin melihat bayi-bayi mungil yang akan mirip denganmu nanti!” ucap Ariel dengan semangat tanpa melepas lingkaran tangannya di leher Luhan.

“Yak! Sebelum kau memikirkan tentang anak…” Luhan mendorong dahi Ariel dengan jari telunjuknya, “Kau harus lebih dulu memperbaiki nilai ekonomimu. Apa-apaan itu? Kau tahu aku dari jurusan ekonomi tapi kau malah mendapat remedial? Heol…”

Ariel pun melepaskan lingkaran tangannya dan menatap Luhan sebal, “Apa aku tidak seksi? Apa aku bukan tipemu? Kau tahu…aku memikirkan ini setiap hari. Mereka bilang, pria dan wanita yang tidur di atas satu ranjang akan kesulitan untuk mengendalikan diri mereka dan…” Ariel mengerjapkan matanya ketika Luhan mengecup bibirnya.

“Kau tahu aku cukup mesum untuk ukuran laki-laki, aku bisa saja melakukan apapun yang kumau terhadapmu. Tapi sayangnya aku tak bisa melakukan lebih dari ini untuk sekarang,” dan Luhan kembali menyatukan bibir mereka, kali ini lebih lama, “Karena…yeah, bahkan kau belum mengisi angket kuliahmu, kau masih harus mengerjakan soal remedial, kau masih suka menangis jika tidak bisa mengerjakan PR, kau masih harus tumbuh lagi dan lagi sampai kau benar-benar siap,” Luhan pun menyuapi Ariel dengan ramen di tangannya, “Jadi, berhenti jadi gadis mesum dan memikirkan hal-hal tidak lazim seperti itu. Jangan termakan dengan drama dan cerita yang kau baca, apa kata mertuaku nanti jika tahu putri kesayangan mereka men jadi gadis mesum setelah menikah denganku….”

Dan, sekali lagi Ariel memeluk Luhan dengan lebih erat. Entah mengapa ia tiba-tiba saja merasa sangat bersyukur karena telah menikah dengan Luhan di usianya yang masih terlalu muda ini. Setidaknya Ariel tahu, Luhan telah menjadi miliknya, sekarang dan di masa depan….

 

***

 

“Maaf aku tidak bisa mengantarmu, aku benar-benar tidak bisa kabur karena tes mendadak dari tempat les…” Ariel merengut dan kembali menatap gedung tempat lesnya. Hari ini ia terpaksa datang ke tempat ini karena ada tes yang harus diikutinya, padahal hari ini Luhan harus melepas gips-nya ke rumah sakit. Setelah selama tujuh hari Ariel direpotkan dengan bayi besar yang banyak meminta dan merengek ini itu.

“Aku benar-benar gugup dengan ibumu,” sahut Luhan di sebrang sana.

Ariel terkekeh pelan, “Kenapa? Dia ibumu juga, kan?” Ariel bisa membayangkan wajah lugu dibuat-buat milik Luhan ketika berhadapan dengan ibunya yang mendadak ingin menjenguk menantu tersayangnya. Dan karena Ariel tidak bisa mengantar Luhan ke rumah sakit, dengan senang hati ibunya mau mengantar Luhan ke rumah sakit. Luhan dan ibu Ariel memang tidak sedekat Ariel dengan Mama Lu, sih…. Tapi tetap saja, rasanya lucu saja mendengar Luhan yang sepertinya sangat canggung, padahal mereka pernah bertemu sangat sering ketika Ariel dan keluarganya masihtinggal di Korea.

“Tetap saja…harusnya aku minta Henry Ge saja untuk mengantarku, atau Sehun…”

“Biar saja Mom yang melakukannya,” Ariel mulai memasuki ruang kelasnya dan mengamil tempat duduk, “Mama Lu juga selalu memperlakukanku dengan baik, jadi…kali ini kau juga harus tahu betapa baiknya ibu mertuamu,”

Dan, selama beberapa saat, hanya keheningan yang meliputi mereka –hingga Luhan kembali bersuara di sebrang telepon sana, “Ariel, sepulang dari sana cepat kembali ya? Aku merindukanmu.”

Gombal. Ariel sama sekali tidak menanggapi serius ucapan Luhan dan memilih menutup teleponnya. Rindu apanya jika baru saja tadi siang dia menelepon Ariel dan mengeluh takut pergi ke rumah sakit, lalu jam tiga sore Luhan meneleponnya lagi dan berkata ia canggung dengan ibu Ariel, sekarang dia meneleponnya lagi dan mengeluhkan hal yang sama –dibumbui omong kosong semacam rindu dan lain-lain.

Ariel baru saja akan mematikan ponselnya ketika Wang Ajussi mengiriminya pesan singkat yang berisi tentang informasi mengenai FAMU –dan persyaratan yang harus Ariel kirimkan. Dan akhirnya ketegangan Ariel mulai pada puncaknya.

 

***

 

“Pengumuman akan dikeluarkan dua minggu lagi, jadi Anda hanya perlu menunggu pengumuman berikutnya setelah mengirimkan ini,” jelas Wang Ajussi pada Ariel ketika ia sibuk mengisi beberapa formulir yang harus diserahkan ke Praha.

“Tapi…Mom dan Dad belum tahu mengenai ini,” kata Ariel sembari menuliskan sesuatu di kertas formulirnya, “Aku juga belum memberi tahu Henry dan Luhan, jadi bisakan Ajussi yang menandatanganinya?” Ariel mengangkat kepalanya dan menyodorkan kertas itu pada pria yang sudah telihat cukup berumur tersebut.

Wang Ajussi menarik sudut bibirnya halus –ia pun menyesap kembali minuman yang dipesannya, “Saya memang bertugas untuk menjaga Nona selama berada di Korea, tapi saya bukan wali Anda dan sama sekali tak memiliki hak untuk itu,” katanya sambil meletakkan kembali gelas yang dipegangnya, “Terlebih Nona telah menikah, bukankah sebaiknya Tuan Muda Luhan yang menandatanganinya?”

Ariel pun mendengus panjang –kemudian mencebikkan bibirnya dan kembali memutar bola matanya ke arah kertas yang dipegangnya, “Luhan tidak ingin aku ke luar negeri,” ucapnya dengan lesu, “Aku tidak tega memberitahunya bahwa aku ingin pergi ke Praha,”

“Lalu bagaimana jika Nona diterima di FAMU? Bukankah cepat atau lambat Nona harus memberi tahu Tuan Muda?”

Ariel menggeleng pelan –ia tidak yakin untuk memberi tahu Luhan mengenai keinginannya yang satu itu. Yeah, dalam hati kecilnya pun, Ariel sebenarnya merasa cukup keberatan untuk membuat jarak dengan Luhan. Ia sudah terbiasa bersama dengan Luhan selama beberapa tahun terakhir ini. maka dari itu Ariel juga sudah mencarikan kursi kosong untuk Luhan di salah satu universitas di Praha –agar mereka tetap bisa bersama.

“Luhan tidak ingin aku pergi ke luar negeri…” gumamnya lebih pada dirinya sendiri.

 

***

 

“Kenapa baru pulang?”

Ariel mendengus panjang ketika Luhan menyambutnya dengan lengkingan suaranya yang tak terlalu bersahabat itu. Ariel tiba-tiba saja berharap agar Luhan segera kembali kuliah, dia sangat menyebalkan ketika terlalu banyak menghabiskan waktu di rumah seperti sekarang. Mengganggu Ariel sepanjang hari, banyak meminta, terus mengeluh, dan dia akan banyak menyuruh ini dan itu yang membuat Ariel benar-benar kesal.

“Andai saja aku bisa berteleportasi,” sahut Ariel acuh tak acuh dan langsung berjalan menuju kulkas, mengambil sebotol besar air mineral dan langsung meneguknya, “Mom sudah pulang? Atau dia menginap di rumah Mama?” Ariel pun membawa langkah kakinya menekat ke arah Luhan yang sedang mengupil dengan pandangan mata fokus pada acara musik malam itu. Luhan juga jadi sangat aktif mengikuti acara di TV….

“Kau tidak pergi dengan Jungkook, kan?” Luhan mengabaikan pertanyaan Ariel yang ia yakini Ariel pun seharusnya sudah mengetahui jawabannya.

Ariel yang sudah duduk di samping Luhan pun memicingkan matanya –kemudian menggeleng geli, tak habis pikir dengan Luhan yang juga mulai berubah jadi pecemburu. Ia pun kembali meneguk air putihnya dan menyandarkan kepalanya di pundak Luhan.

“Dia mengajakku ke toko ikan,” aku Ariel akhirnya –dengan nada yang sama sekali terdengar tidak peduli—ia pun mengambil cemilan yang tergeletak di atas meja dan memakannya, “Dia memintaku memilihkan akuarium beserta ikan hias yang cocok. Aku tidak tahu Jungkook suka binatang,” dan Ariel sepertinya masih akan terus membicarakan Jungkook –juga membuat telinga Luhan terasa panas.

“Wah…kau memarahiku karena terlalu sering menghubungimu, tapi kau membiarkan Jungkook membawamu kemana-mana,”

Ariel mengabaikan omelan Luhan dan beralih memerhatikan kaki pemuda itu, “Kakimu sudah sehat, kan? Apa kata dokter?”

“Sudah sangat sehat. Hanya larangan untuk melakukan aktivitas berat,” jawab Luhan masih dengan wajah sedikit tertekuk.

“Artinya kau dilarang untuk melakukan futsal,” Ariel menunjuk-nunjuk wajah Luhan dengan keripik di antara jemarinya.

Selama beberapa saat, Ariel dan Luhan ternggelam dalam tayangan drama yang muncul seusai acara musik malam itu. Ariel yang notabennya pecinta drama, sama sekali tidak bergerak dan terus memerhatikan tiap adegan dengan kening sedikit berkerut –malam itu drama yang biasa ia tonton mulai memunculkan beberapa konflik serius. Dan Ariel benar-benar terbawa suasana hingga Luhan bisa mendengar gadis itu menghembuskan napasnya tiap kali iklan muncul.

Well –Luhan memang tidak terlalu peduli dengan drama yang sedang Ariel tonton, beberapa kali ia memang pernah melihatnya bersama Ariel, tapi sayangnya ia tidak cocok dengan drama-drama yang menjadi hobi Ariel. Ia lebih tertarik menonton ekspresi Ariel ketika sedang menonton TV. Saat ia mengerutkan dahi, mengerucutkan bibirnya, menggerutu, bahkan membuang napas seolah-olah ia tidak bernapas selama drama ditayangkan.

Ariel tetap saja Ariel. Terlalu apa adanya, tapi berhasil membuat Luhan terjebak dalam zona tenang dalam diri Ariel. Jantungnya seperti terkena candu tiap kali ia menatap Ariel, selalu berdetak berlebihan. Dan dengan kekanakan, Luhan akan mengingat masa dimana ia membiarkan Jongin menjamah hati yang suci milik gadisnya tersebut –membuat mereka harus terikat drama yang paling tidak penting. Tahu ia akan jatuh cinta sebesar ini pada Ariel, ia akan minta dinikahkan dengan Ariel sejak bertemu dengan gadis itu saja –oke itu berlebihan.

“Luhan, untuk suneung nanti, menurutmu aku lebih cocok mengambil universitas apa?” suara Ariel berhasil menarik kembali kesadaran Luhan.

Ia pun berdeham sebentar dan pura-pura memerhatikan TV yang baru saja kembali menayangkan adegan baru dalam drama yang mereka tonton sejak setengah jam lalu, “Yonsei University? Aku ingin kita berada di kampus yang sama. Jika kau lulus ke sana, kita bisa mencari tempat tinggal yang lebih dekat dengan kampus,”

Ariel pun menarik pandangannya ke arah Luhan, “Jika aku mendaftar ke Praha…boleh?”

Dengan cepat, Luhan memutar kepalanya ke arah Ariel, menatap bola mata gadis itu dengan curiga. Entah kenapa Ariel sering sekali membicarakan luar negeri, salah satunya Praha belakangan ini, “Kau tidak benar-benar ingin pergi ke luar negeri, kan?”

“Kau bisa pergi bersamaku, seandainya aku kuliah di luar negeri,” Ariel pun memeluk lengan Luhan –mencoba menyembunyikan kegugupannya.

“Kau ingin pergi ke Praha?” Luhan mulai mencurigai gerak-gerik Ariel. Entahlah, ini memang terkesan jahat dan egois, tapi ia memang tidak ingin berjauhan dengan Ariel. Luhan tidak berbohong ketika ia mengaku pada Ariel bahwa ia merindukannya. Ia sudah sangat terbiasa bersama-sama dengan Ariel, dan ia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya ia tanpa Ariel?

“Maksudku…”

“Aku tidak bisa pergi ke Praha, aku hanya perlu bersiap untuk beberapa tugas akhir dan menyelesaikan skripsi. Aku akan kesulitan jika harus berbaur lagi. Jadi…kau akan pergi ke Praha?”

Luhan tahu Ariel sangat menyukai Praha, ibu kota dari negara Ceko. Luhan sering mendapati Ariel mengoleksi apapun yang berbau Praha. Ia juga menempel foto-fotonya saat berlibur di Praha pada meja belajarnya. Intinya dia menyukai Praha meskipun Ariel tidak banyak menceritakan kota itu pada Luhan. Tapi Luhan tidak pernah membayangkan jika Ariel akan meninggalkannya ke sana.

“Kau tidak benar-benar akan meniggalkanku ke Praha, kan? Jika kau tidak ingin pergi ke Yonsei, kau bisa ambil kampus apapun dengan jurusan yang kau inginkan, asalkan kau tidak jauh-jauh dariku,”

Ariel hanya tersenyum dan memeluk lengan Luhan, “Aku akan mengusahakan masuk ke Yonsei University, bersamamu.” Dan Ariel menyesali ucapannya sendiri. Ia tidak yakin apakah ia akan benar-benar bekerja keras untuk masuk ke kampus tersebut sama seperti ia bekerja keras untuk masuk ke FAMU.

 

***

 

Ariel kembali menguap lebar, entah sudah berapa kali Ariel terus-terusan menguap. Ia amat bosan dengan pelajaran matematika yang sepertinya tidak akan selesai dengan cepat ini. ariel pun menoleh ke arah samping kiri –ke arah jendela kelasnya. Ia pasti akan mengeluh jika seandainya ini musim dingin, karena selain mudahnya ia terkena flu, hujan yang sering turun juga membuat Ariel kelimpungan saat pulang sekolah. Terlebih jika Luhan tidak bisa menjemputnya.

Dan, Ariel langsung berdiri tegak –terlalu bersemangat—ketika bel pulang sekolah meandering dengan nyaring. Hari itu adalah hari terakhir sekolah sebelum liburan musim panas dimulai, dan Ariel merasa seperti ia akan membuka pintu surga dunianya besok. Bayangan bangun siang sekali, berjalan-jalan sore untuk berkeliling membeli jajanan kaki lima, bahkan menonton drama semalaman mulai merambati pikiran Ariel.

Ah! Satu lagi, ia akan mulai membuat skenario untuk film pendek yang telah direncanakan tim-nya sejak jauh-jauh hari.

“Ariel, kita akan pergi ke mall dulu, kan?” tanya Jung Ah di sela-sela kesibukan otak Ariel.

“Mall?”

Jung Ah mengangguk cepat, “Taehyung akan mentraktir kita makan. Chunji dan yang lainnya juga akan ikut. Kita sudah lama sekali tidak pergi bermain, kita jalan-jalan hari ini ya?”

Ariel pun mulai mempertimbangkan ajakan Jung Ah. Tadinya, ia akan langsung pulang dan memeluk boneka kesayangannya dan terbangun keesokan paginya. Tapi ajakan Jung Ah juga tidak ada salahnya, “Baiklah!”

[Sayang, aku akan bermain dengan teman-teman dulu sepulang sekolah. Jangan frustasi karena merindukanku.]

Ariel mengetik cepat pesan singkat itu pada Luhan ketika Jung Ah langsung menariknya ke arah Jungkook yang sudah berdiri di depan pintu bersama Taehyung, “Kau kenapa senyum sendiri begitu?” celetuk Taehyung dengan tatapan heran terhadap Ariel. Otomatis, Jung Ah dan Jugook pun menatap Ariel penasaran. Ariel hanya mengedikkan bahu dan langsung menyapa Chunji yangs udah menunggu mereka di sisi tangga.

“Tunangan Ariel pasti pria paling romantis dan menyenangkan. Dia sering sekali tersenyum sendiri seperti itu,” kata Jung Ah sembari mengamit lengan Taehyung, “Aku jadi iri.”

“Kau tidak tahu siapa tunangannya?” Taehyung menanggapi dengan serius, ia juga sangat penasaran dengan lelaki yang berhasil mendapatkan hati gadis yang agak kebarat-baratan itu –selain Jongin, senior mereka dulu. karena setahunya, selain dirinya yang pernahmendapat penolakan halus yang dibarengi gelengan pelan dari Ariel ketika ditawari sebuah hubungan, Chunji yang notabennya terbaik di sekolah mereka saja masih harus mengigit jari karena tidak berhasil menyentuh hati gadis itu. Jika ia benar punya tunangan, pasti orang itu setidaknya setara dengan Kim Jongin.

“Dia sering mendapat telepon belakangan ini, tapi dia selalu saja menutup ponselnya.” Jung Ah mulai mengerucutkan bibirnya, ia jadi penasaran.

“Memangnya cincin pertunangan itu disematkan di jari manis tangan kanan?” Jungkook pun ikut mengimbuh obrolan pasangan kekasih itu. Oh yeah, benar. Mereka berpacaran. Dan Jungkook tiba-tiba saja mengambil jarak setelah menyadari ia jadi orang ketiga yang tidak penting di dekat mereka.

Taehyung mngerutkan dahinya, “Tidak, sepupuku memakainya di tangan kiri.”

“Cincin yang dipakai Ariel itu cincin pertunangan, kan? Tapi dia menaruhnya di tangan kanan.” Kata Jungkook lagi sambil menunjuk tangan Ariel yang tenga bergelayut manja pada lengan Chunji.

Jung Ah tiba-tiba saja membulatkan matanya. Benar juga, Ariel kan seharusnya memakai cincin pertunangannya di tangan kiri, tapi kenapa dia memakainya di tangan kanan? “Dia tidak diam-diam menikah, kan?”

“Mana mungkin, ia pasti hanya salah menempatkan cincinnya,” kata Taehyung sambil menggeleng. Ia pun berlari ke arah Chunji dan Ariel yang sibuk tertawa berdua dan langsung menarik tangan Ariel, mengambil cincin yang ia bicarakan sejak tadi dan memasangkannya di tangan kiri.

Gerakan Taehyung terlalu cepat hingga Ariel hanya terbengong saat Taehyung menarik cncinnya dan malahmemakaikannya di jari manis tangan kiri Ariel, “Kau kenapa?” Ariel bisa saja berteriak marah, tapi ia terlalu terkejut bahkan ketika Taehyung malah menarik sudut bibirnya lebar.

“Cincin pertunangan kan harusnya dipakai di tangan kiri, kenapa kau memakainya di tangan kanan? Ingin segera menikah?” dan Taehyung tiba-tiba saja tertawa keras.

Ariel hanya ikut menarik sudut bibirnya. Tanpa sadar, matanya kini sudah beralih memandangi tangan kirinya. Ia hampir tidak pernah memerhatikan cincin yang dipakainya ini. setelah Luhan memasangkannya di upacara pernikahan mereka, Ariel belum pernah melepasnya dan…Ariel juga tidak pernah benar-benar memperhatikan cincinnya ini, juga memikirkan betapa sakralnya cincin ini.

“Wah, kau jadi rindu tunanganmu, ya?” Jungkook pun merangkul Ariel –yang tiba-tiba saja terdiam dan mengnhentikan langkahnya—dan kembali membawanya berjalan.

 

***

 

[Kau akan terkesan angker jika memanggilku ‘sayang’. Untungnya aku memang menyayangimu.]

Luhan tiba-tiba saja tertawa sendiri setelah membalas pesan singkat itu pada Ariel. Entah mengapa belakangan ini ia seperti baru saja jatuh cinta lagi pada Ariel. Ia pun segera memasukkan ponselnya ketika Sehun datang dengan alis yang bertaut, sepertinya dia baru saja mendapati Luhan tersenyum sendiri di halaman parkir.

“Kau sedang berkencan dengan seseorang?” Sehun pun menggerakkan telapak tangannya di hadapan wajah Luhan, “Aku melihat banyak kepingan cinta di kening, mata, dan senyum anehmu barusan.”

Luhan pun hanya terkikik dan membuat Sehun berjengit ngeri. Luhan bisa murung seharian jika moodnya sedang buruk, tapi jika sedang bahagia, Luhan bisa saja terus menunjukkan deretan giginya pada siapapun, bahkan memuji dosen yang selalu ia umpat jika moodnya sedang dalam keadaan normal sekalipun. Kadang, Sehun pikir ia sedang menghadapi Yoon Sohee –pacarnya, dan bukannya pria normal yang dulunya suka sekali mengoleksi berbagai hal yang berkaitan dengan porno dan suka sekali memukul orang lain. Ah –katanya pria yang sudah menikah akan berubah. Luhan tidak berubah jadi aneh begini karena telah menikah dengan Ariel, kan?

“Ariel sepertinya mengubah banyak dirimu,” Sehun tiba-tiba saja mengomentari isi pikirannya sendiri, mengenai pernikahan Luhan dan Ariel.

Luhan mengernyitkan dahinya, namun kemudian ia pun malah memukul pundak Sehun dan tertawa keras sekali, “Kelemahan pria memang terletak pada orang yang mereka sayangi,” kata Luhan ketika tawanya mulai mereda. Ia pun membuka pintu mobilnya dan menyuruh Sehun untuk ikut masuk. Mereka berencana untuk melakukan survey di beberapa toko-toko besar –tugas kuliah.

“Wah…kau sudah menjadi suami sesungguhnya ternyata,” ejek Sehun yang hanya dibalas oleh kedikan bahu dari Luhan.

“Kau juga pernah menangis karena Sohee, setelah…insiden itu….” Luhan tidak bermaksud menyindir Sehun ketika ia mulai membahas masalah Sohee yang sempat menggugurkan janinnya bersama Sehun dulu. sehun tidak pernah menangis di depan siapapun sebelumnya, tapi dia bertekuk lutut di hadapan Sohee –di hadapan makam darah daging mereka—dan menangis meminta maaf.

Ah, kenangan lama. Mereka seperti terlihat teramat muda dengan masa lalu yang cukup kelam. Tapi percayalah, mereka semua sudah melalui banyak hal untuk dijadikan bekal di masa depan. Beruntunglah mereka, karena Tuhan masih melindungi mata hati mereka agar tak tertutup sepenuhnya. Sehingga hari ini, Sehun masih bisa berlagak sebagai pria paling bertanggung jawab bagi Yoon Sehee-nya.

Sedangkan bagi Luhan, ia diberikan jalan untuk menikah di usia yang…yeah, bahkan kadang ia iri pada teman-temannya yang masih bisa pergi ke club malam dan bersenang-senang dengan paragadis cantik dan seksi. Dunia bebas yang selalu mereka impikan untuk dijemput di angka usia dua puluh tahun. Tapi Luhan justru dibebani seonggok manusia yang harus ia akui amat menyusahkan, tapi Tuhan malah menumbuhkan cinta untuknya pada seonggok manusia itu…. Jadi, ia malah memainkan peran pria sejati yang akan melakukan apapun demi gadis yang ia cintai.

“Yeah, kerapuhan wanita ada pada hati mereka, sedangkan kerapuhan pria justru terletak pada orang-orang yang ada di hatinya.” Sehun masih menyambung obrolan mereka dengan nada yang mulai berubah serius.

Yeah, benar juga. Luhan tiba-tiba saja menarik sudut bibirnya –teringat pada Ariel.

 

***

 

“Ariel! Kau ambil fotonya! Nanti aku akan gentian mengambil fotomu!” Jung Ah memberikan ponselnya dengan semangat ke arah Ariel dan langsung merangkul Taehyung dengan semangat untuk berfoto di depan air mancur yang berada di tengah mall.

Mereka pasangan yang romantis. Ariel tersenyum kecil ketika Taehyung mulai berpose genit ke arah Jungah, memanyunkan bibir, tersenyum sambil melihatnya, merengkuh pinggangnya –andai saja Luhan juga mau memperlakukannya seperti di depan umum. Membuat semua orang iri dan memandang penasaran ke arah mereka. –ugh!

“Kau mau berfoto seperti itu juga denganku?” tanya Jungkook dengan nada berguraunya. Ia bahkan mencondongkan wajahnya ke arah Ariel –dan bukannya Ariel yang mengelak, melainkan jemari Chunji yang mendorong kening Jungkook menjauh dari Ariel.

“Jika kau ingin gila, gila lah di tempat lain, bersama orang lain. Aku malu membawa-bawa orang sepertimu,” seloroh Chunji dengan nada sinisnya.

“Heol…” Jungkook menepuk tangannya dan melotot marah ke arah Chunji, “Kau ingin aku berada di sisimu? Begitu? Aku akan berada di sisi Ariel, kok…. Kau jangan terlalu geer begitu!” Jungkook pun menarik pundak Ariel dan membuat jepretan fotonya buram.

“Hei! Hei! Kameranya jadi tidak fokus!” Ariel mengambil langkah dari kedua tikus itu, lalu melangkah maju karena Jungah dan Taehyung masih melakukan banyak pose.

Tapi…jemari Ariel langsung terhenti ketika layar kamera ponsel Jungah menangkap siluet lain di belakang air mancur –di depan sebuah toko makanan jepang. Rahang Ariel langsung mengeras ketika mendapati siluet itu semakin jelas ketika Ariel melihatnya langsung. Itu Luhan. Dia memakai kaos yang mereka beli saat ke Jeju dulu. dan Luhan tengah tertawa ke arah Irene sambil memakan yang entah apa namanya, bersama-sama.

 

***

 

“Irene? Kau menunggu lama? Mana Kris dan yang lainnya?” sapa Luhan sesampainya mereka di tempat tujuan. Sebenarnya Luhan dan Sehun tidak bermaksud untuk datang ke mall ini, tapi Kris memaksa mereka untuk mencoba melakukan survey terlebih dahulu di salah satu toko besar yang dimiliki oleh pamannya di sini. Agar mudah melakukan perbandingan harga saat turun ke pasar nanti katanya.

Karena Kris ketua kelompok mereka, mau banyak bekerja, dan juga cukup pintar, Luhan dan Sehun pun sepakat untuk tidak membantah dan mengikuti kemauannya. Dan Irene yang termasuk ke dalam anggota kelompok mereka ternyata sudah sampai di sana lebih dulu, sepertinya dia datang bersama Kris.

“Belum lama. Kris sedang pergi ke toilet, dia menyuruhku menunggu kalian di sini,” balas Irene sambil tersenyum dengan warna yang selalu sama, manis.

“Ah…aku lapar! Kita cari makan dulu saja bagaimana? Nanti kita suruh Kris menyusul ke sana,” Sehun langsung menarik Luhan dan Irene untuk masuk dan mencari tempat makan yang dirasa cukup akal untuk sakunya dan juga harus mengenyangkan perut.

“Bagaimana jika takoyaki?” Sehun menunjuk salah satu ruko dengan tulisan jepang pada reklamenya.

“Luhan tidak bisa makan ikan, kan?” Irene hampir menyetujui ide Sehun sampai ia ingat jika Luhan memiliki alergi ikan. Ia selalu merasa saja tidak enak saat mengingat fakta bahwa Irene telah membuat Luhan sakit karena makanan yang dibuatnya, ia tidak yakin saat Ariel dan Luhan saling berteriak tempo hari karenanya atau bukan, tapi…mungkin saja, kan? Ariel juga jadi berubah tidak ramah sejak kejadian itu.

“Luhan tidak lapar, kok…” celetuk Sehun asal dan langsung mendatangi ruko tersebut.

Luhan hanya mencibir dan tetap mengikuti Sehun yang begitu bersemangat memesan makanannya.

“Lalu kau?” tanya Irene dengan nada tidak enak.

Dan, selayaknya lelaki dengan image cool, Luhan hanya mengedikkan bahu dan menyuruh Irene memesan apapun yang diinginkannya. Ia bahkan berkata akan membayarkan makanan yang mereka pesan.

“Wah…kau sedang baik atau sedang cari perhatian?” goda Sehun sambil meminum ochanya dengan semangat.

“Aku sedang dapat keuntungan dari restoranku, aku tidak bisa merayakannya secara formal, jadi…yeah, hanya ini yang bisa kulakukan.” Luhan tidak bohong. Ia baru saja mendapat keuntungan yang cukup besar dari restorannya bulan ini. Jadi…ia pikir, tidak apa-apa lah ia berbaik hati sesekali.

“Restoran? Kau punya restoran?” tanya Irene lagi.

“Dia itu CEO…” dan Sehun kembali mengimbuh dengan nada mengejek.

“Tidak kok! Hanya…yeah, restoran kecil. Ayahku meminta agar aku belajar mandiri,” dan itu adalah ide terburuk yang pernah ayahnya lakukan. Saat ini, bisa dikatakan Luhan cukup mendapat banyak keuntungan. Sedangkan di awal, ia hampir menangis karena tidak tahu harus melakukan apa agar penjualan di restorannya naik. Untuk saja manajer yang dipekerjakan ayahnya benar-benar berkualitas, jika tidak? Luhan dan Ariel harus makan apa?

“Wah…benar-benar pria idaman,”

Luhan memutar kepalanya cepat ke arah Irene yang…apakah dia baru saja memujinya? Atau mengakui kekagumannya terhadap Luhan? Sehun yang menonton itu bahkan sempat tersedak saking terkejutnya. Laki-laki mana yang tidak akan merasa senang disebut idaman oleh seorang bidadari kampus mereka?

“Kenapa kalian malah berkumpul di sini?”

Suasana langsung kembali normal ketika Kris kembali dengan raut tak bersahabatnya. Tapi Luhan dan Sehun tampak tidak peduli, bahkan Luhan membawa langkah kakinya pada toko aksesoris wanita.

 

***

 

“Kau mau membeli apa?” tanya Irene penasaran ketika Luhan melangkahkan kakinya ke toko yang lebih cocok didatangi oleh perempuan.

“Entahlah…aku rasa, aku harus membelikan sesuatu untuk Ariel,” ucap Luhan tanpa sadar. Ia tiba-tiba saja ingin memberikan sesuatu untuk Ariel, sesuatu yang bisa ia bawa dan membuatnya teringat pada Luhan. Cheesy, ya? Mungkin Luhan terkena overdosis drama yang beberapa waktu kemarin terpaksa ia tonton karena tak bisa melakukan apapun selama digips.

“Ariel?” Irene langsung berdehem saat menyadari intonasi suaranya agak berubah. Terkejut. Entahlah, rasanya aneh saja mendengar Luhan sering –tidak, tapi terlalu sering menyebut Ariel dalam banyak hal. Ia selalu terlihat genit pada mahasiswi di kampus mereka, terutama junior yang kadang dengan blak-blakan menunjukkan ketertarikan mereka. Tapi Luhan tidak pernah mengencani siapapun, dia juga hanya akan membicarakan Ariel dan Ariel, remaja yang ditemuinya tempo hari.

“Kalian sepertinya sangat dekat, ya?” Irene pun mulai membuka topik. Penasaran.

Luhan hanya menoleh singkat dan tersenyum. Kemudian ia pun kembali menyentuh benda demi benda, hingga tangannya terhenti pada sebuah gelang. Harusnya ia bisa membelikan gelang emas, tapi harga emas sangat mahal dan….

“Apa kau tahu toko emas ada di mana?”

“Ya?”

Luhan berdehem pelan, “Sepertinya aku ingin membeli gelang emas putih. Aksesoris yang hampir tidak dimilikinya hanya gelang. Emas putih mungkin akan cocok untuknya, iya kan?”

“Sepertinya kau sangat menyayangi Ariel…”

Luhan hanya tertawa dan membawa Irene keluar dari toko itu, “Ariel itu gadis paling aneh, paling menyebalkan, paling cengeng, pokoknya kau akan rontok jika tahu bagaimana sifatnya,” Luhan mencebik, “Pokoknya menakutkan,” ia terlihat merinding. Dan setelah beberapa langkah mereka menjauhi toko, Luhan melanjutkan, “Tapi sebenarnya dia mudah membuat orang lain menyayanginya karena sifat polosnya.”

Dan, Irene merasa terpana dengan sifat Luhan yang satu ini. tulus. Luhan selalu terlihat tulus dengan apapun yang dia lakukan.

 

***

 

“Kenapa wajahmu murung?” tanya Chunji setelah setengah jam mereka berkeliling dan memutuskan untuk makan di salah satu restoran cepat saji. Ariel terus saja terlihat murung, entah kenapa.

“Kau tidak enak badan?” Jung Ah pun menyentuh kening Ariel.

“Emm…menurut kalian, wajar tidak jika aku kesal saat tunanganku…bersama gadis lain, dan mereka malah membicarakan kejelekanku?”

Seketika, meja mereka mulai hening dan hanya menyisakan bunyi bising dari meja lain. Ariel langsung merasa salah tingkah, tapi ia benar-benar penasaran dengan perasaan-perasaan semacam ini. ia selalu saja cemburu saat Luhan bersama Irene. Ia selalu saja kesal saat Luhan terlihat akrab dengan perempuan lain. Bahkan meskipun hanya bercanda, tapi Ariel mendengar dengan jelas saat Luhan menjelekkannya di depan Irene. Ia sakit hati. Entah itu hanya bercanda atau tidak….

“Kau melihat tunanganmu bersama dengan gadis lain?” Taehyung yang pertama angkat suara. Ia sudah memikirkan ini sejak tadi, dan ternyata tunangan Ariel ada di sekitar mereka sejak tadi?

“Dia selingkuh?” tebak Chunji agak naik pitam. Ia mulai berpikiran macam-macam tentang tunangan Ariel. Pria brengsek macam apa yang tega melakukan itu pada Ariel?

“Kau melihat tunanganmu? Kau mengenal gadis itu?” kali ini Jungkook yang angkat suara.

Tapi, yang menarik perhatian Ariel adalah ucapan Jung Ah, “Telepon dia. Tanya ada dimana dia sekarang. Jika dia tidak jujur padamu, artinya dia memang…” Jung Ah mengedikkan bahu msterius.

 

***

 

Luhan baru saja selesai melakukan wawancara pertama dengan melakukan wawancara pada paman Kris. Luhan dan yang lainnya kini mulai sibuk membahas mengenai topik yang akan mereka bahas untuk presentasi nanti. Dan Luhan harus mundur selangkah, membiarkan teman-temannya pergi terlebih dahulu ketika Ariel meneleponnya.

“Hai…”  sapa Luhan dengan nada genit dibuat-buat. Luhan pikir ia akan mendapat balasan yang sama, tapi senyum di bibirnya langsung mengkerut saat mendnegar nada suara Ariel yang aneh.

“Kau dimana?”

Luhan menaikkan alisnya, “Hah?”

“Kutanya, kau ada dimana sekarang?” nada suara Ariel semakin tidak enak didengar.

“Hei…nada suaramu bisa membuat kita berteng…”

“Kau hanya tinggal menjawab! Kau dimana?!”

Luhan menggaruk tengkuknya dan hanya mendengus pasrah. Seingatnya Ariel tidak sedang datang bulan, tapi kenapa tempramen gadis itu menakutkan sekali? “Aku sedang mengerjakan tugas…”

“Tugas?”

“Hei, jangan potong ucapanku, aku…”

Ditutup.

Luhan mengernyitkan dahinya. Kenapa Ariel ini? ia pun segera menelepon balik Ariel, ia tidak ingin mereka menjadi ribut hanya karena masalah yang…astaga! Ariel tidak salah paham melihatnya bersama Irene, kan? Bahkan ada Sehun tadi –dan…aish! Ariel tidak mengangkat teleponnya.

Satu kali.

Dua kali.

Hingga kesepuluh kalinya, Ariel masih tidak mengangkat telepon darinya.

 

***

 

Mungkin saja Ariel memang terlalu posesif pada Luhan –mungkin. Mungkin saja ia yang terlalu kekanak-kanakan, terlalu berpikiran negatif, dan…. Ariel mendengus kesal karena perasaannya tidak berubah menjadi lebih baik meskipun ia mencoba berpikiran positif. Karena satu-satunya yang positif di kepala Ariel, adalah fakta bahwa ia tidak menyukai Irene.

Ariel tidak mempersalahkan kedekatan Luhan dengan Yoon Sohee meskipun ternyata dia adalah cinta pertama Luhan. Ariel juga tidak masalah jika Luhan menyapa mantan kekasihnya yang lain, tapi ia tidak menyukai Irene. Entah mengapa. Padahal dia terlihat baik, tapi Ariel merasa gadis itu seperti rubah ekor sembilan yang akan menculik Luhan dan memukul keras nama Ariel dari hidup Luhan, lalu Ariel terhempas dari hati Luhan –oke itu berlebihan. Tapi tetap saja kemungkinan terburuk itu ada, kan?

Ariel mendesah pelan ketika papan nama club yang disebutkan Jonghyun –ketua tim untuk pembuatan film pendek mereka musim panas ini—meneleponnya dan menyuruh Ariel untuk datang ke tempat ini. ariel tidak pernah datang ke tempat seperti ini, ia juga belum punya KTP dan tentu saja, seandainya Luhan tahu dia akan mengamuk dan…

Oh yeah, ia sedang marah pada Luhan.

Alasan mengapa ia setuju untuk membahas masalah ini di club malam karena ia marah pada Luhan. Luhan selalu melarang ini dan itu, tapi Luhan sendiri tampak tak peduli dengan kekesalan yang Ariel ungkapkan selama ini.

“Hai…maaf menyuruhmu datang kemari. Model kita baru bisa ditemui disini, jika kau ingin membahasnya di studio nanti kau bisa pulang sekarang. Aku akan menyuruh seseorang untuk mengantarmu,” Jonghyun baru saja keluar dari pintu club, setelah beberapa menit sebelumna Ariel mengabari bahwa ia sudah berada di depan pintu club dan tidak bisa masuk.

“Boleh aku masuk saja, Oppa? Aku ingin melihat aktornya, sekaligus membicarakan naskah juga…”

Jonghyun terlihat agak ragu, tapi setelah menimbang-nimbangnya, ia pun setuju. Lagipula mereka akan melakukan diskusi di ruangan khusus, jadi Ariel dan staf yang lain juga bisa cukup fokus untuk membahas masalah film yang satu ini. selain itu, Jonghyun pikir jika diskusinya bisa selesai hari ini, mereka akan lebih cepat melakukan syuting.

“Baiklah! Tapi kau tidak bisa lama-lama di sini, paling-paling hanya satu jam. Aku akan mengantarmu setelah itu.”

Ariel pun mengangguk dan mengikuti Jonghyun ke dalam –setelah ia bicara dengan pihak keamanan. Ariel pun mengikuti langkah Jonghyun ragu. Ia bahkan masih memakai seragam sekolahnya, dan tentunya pemandangan ini cukup menarik perhatian banyak orang.

 

***

 

“Aku harus pulang sekarang, Ariel sepertinya sedang marah padaku,” tanpa sadar Luhan mengucapkan nama ‘Ariel’ ketika berpamitan pada Kris dan Sehun, juga Irene.

“Ariel?” Kris mengulang ucapan Luhan yang menekankan pada nama familiar itu, “Kalian seperti pasangan kekasih,” candanya sebelum kembali meneguk sampanye yang dipesannya.

Sepulang penelitian tadi, Kris mengajak teman-temannya untuk minum sebentar. Mereka semua tidak ada yang keberatan, kecuali Luhan yang terus saja mengecek ponselnya setengah jam sekali, menelepon seseorang –yang sepertinya tidak diangkat—lalu menutup teleponnya dengan wajah tertekuk.

“Kalian bertengkar? Bukannya kau membeli hadiah untuknya tadi? Wjahmu ceria sekali, kukira kalian baik-baik saja…” kali ini Irene yang menimpali.

Luhan belum sempat menjawab, tapi Sehun sudah menyela sambil mengedikkan dagunya, “Pulanglah! Lagipula ini juga sudah malam, dia sendirian di rumah, kan? Orang tua Luhan sibuk belakangan ini, jadi mereka hanya ditinggal berdua di rumah, juga asisten rumah. Tapi Ariel tidak dekat dengannya.”  Ia berujar datar sambil melirik kedua temannya –Kris dan Irene.

Luhan pun tersenyum berterimakasih pada Sehun, ia berhutang pada Sehun.

 

***

 

“Nona, ada yang ingin Anda pesan?” seorang bartender menyapa Ariel ramah ketika gadis itu mendekati meja bartender. Penampilan Ariel amat mencolok dengan seragam sekolah, almamater, dan atribut lainnya yang melekat di tubuh gadis itu. Seorang pelajar baru saja masuk ke area berbahaya.

“Apa ada minuman yang tidak mengandung alkohol di sini?” Ariel sedikit menggaruk kepalanya. Ia tidak pernah masuk ke tempat seperti ini sebelumnya, dan sepertinya gestur Ariel juga menunjukkan ia sama sekali awam –baik dengan lampu remang, suara bising, juga kumpulan orang-orang yang menari di dance floor ataupun sekedar berbincang di bangku yang tersedia.

“Kau benar-benar pelajar? Bagaimana bisa kau melewati tim keamanan? Kau…bukan…sewaan, kan?”

Ariel mencoba mencerna apa yang baru saja bartender itu katakan. Sewaan? Ariel benar-benar linglung dan ia hanya menggeleng meskipun tidak terlalu mengerti apa yang dimaksud lelaki itu, “Aku sedang dengan bersama seseorang, dia menyuruhku menunggu dulu. kami ada rapat, dan…begitulah.”

Gadis polos. Bartender itu tersenyum miring. Ia bisa saja melakukan hal yang tidak-tidak pada gadis kecil ini, tapi ia urung dan hanya menjalankan tugasnya –memberikan minuman untuk gadis polos yang baru tahu bagaimana dunia malam yang sepertinya belum pernah ia jejaki sebelumnya.

“Kalau begitu minum lemon tea saja, bagaimana?” ia tulus menawari lemon tea pada gadis dengan penampilan cukup berkelas itu.

Ariel pun hanya menunduk dan mulai mengambil tempat duduk di dekat meja. Ia merasa kurang tenang…. Entahlah. Harusnya ia menurut pada Jonghyun dan pulang saja. Ia tidak tahu akan diminta untuk menunggu dulu, membiarkan matanya mendapati beberapa adegan yang kurang enak dilihat olehnya.

“Pesanan Anda,” bartender itu pun menaruh gelas kaca yang menurut Ariel terlihat cantik itu ke arahnya.

Ariel pun memberikan kartu kreditnya pada bartender itu, membuat bartender itu semakin penasaran ketika melihat Ariel memberikannya kartu kredit dengan nama perusahaan yang cukup familiar di Korea. Tapi pria itu tak mengatakan apa-apa dan hanya melakuakn tugasnya, namun saat kembali memberikan kartu kredit milik gadis itu ia berkata, “Berhati-hatilah. Jika akan pulang sebaiknya kau diantar oleh seseorang. Bagaimana pun di sini tidak terlalu aman,” ia pun tersenyum tulus ke arah Ariel.

Ariel pun meremas rok seragamnya. Ia takut. Lelaki tadi terlihat baik, tapi ucapannya seperti ancaman. Ia pun kembali mengecek minuman yang baru saja ia teguk, rasanya tidak aneh. Dia tidak akan membohongi Ariel dan memasukkan sesuatu ke dalam minumannya, kan? Dan kepala Ariel langsung berputar, mencoba mencari Jonghyun yang tidak juga menampakkan batang hidungnya.

“Apa yang kau lakukan di sini?”

Ariel hampir terjungkal saat seseorang menarik tangannya dengan sangat kasar dan menyambutnya dengan suara yang amat dingin. Ariel hampir saja kan berteriak jika saja tidak segera menyadari bahwa orang itu adalah Luhan.

Tunggu? Luhan?

Ariel langsung menarik tangannya panik. Astaga! Kenapa Luhan ada disini? Ia tidak sedang dibuntuti, kan? Ia sudah membuka mulutnya, hendak mengatakans esuatu. Tapi mulutnya kembali terkatup karena kepanikan terlanjur melandanya.

“Kutanya apa yang sedang kau lakukan disini, Ariel Lau?” Luhan semakin kuat mencengkram tangan Ariel. Ia bahkan menghunus mata Ariel dengan tatapan dinginnya. Tatapan yang sama seperti ketika Ariel ketahuan berciuman dengan Jongin dulu….

Sebenarnya Ariel ingin balik marah pada Luhan. Ia juga sedang marah pada Luhan dan ia sedang dalam posisi balas dendam pada pemuda itu. Tapi Ariel sama sekali tidak berkutik, bahkan ia langsung menundukkan kepalanya, Luhan pasti tidak akan memaafkannya. Dan Ariel tetap diam ketika Luhan menariknya dengan kasar dari ruangan yang membuat kepala Ariel juga hampir meledak.

 

***

 

Ariel hampir menangis ketika Luhan menariknya kasar hingga sampai di tempat parkir mobilnya. Tolol sekali dirinya…. Tadi ia begitu percaya diri untuk datang ke tempat ini karena kesal terhadap Luhan –sebagai bentuk berontaknya. Tapi sekarang, saat Luhan sudah berdiri di hadapannya –bahkan dengan segala reaksi yang sudah terekam jelas di kepala Ariel bahkan sebelum terjadi—Ariel sama sekali tidak berdaya.

“Kenapa kau datang kesini? Kau tahu tempat apa ini?” Luhan pun kembali memperhatikan penampilan Ariel yang…astaga! Ia bahkan masih menggunakan seragam sekolahnya, “Jadi ini yang kau sebut bermain dengan teman-temanmu? Mereka membawamu ke sini? Siapa yang membawamu kemari?” Luhan tidak berteriak. Tapi warna suara yang penuh emosi itu membuat Ariel tidak bisa lagi menahan air matanya.

“Kutanya siapa yang membawamu kemari?! Kau tahu?! Kau terkesan seperti gadis sewaan dengan penampilanmu yang…” Luhan mendengus keras setelah menyadari ucapannya yang keterlaluan. Ariel bahkan mengangkat kepalanya sekarang, emosinya ikut tersulut.

“Kita pulang!” Luhan pun kembali menarik Ariel, tapi kali ini Ariel menepis kasar tangan Luhan.

“Lalu kenapa kau ada disini? Kau mau bermain-main dengan Irene ke sini setelah seharian berkencan dengannya? Atau kau sedang mencari perempuan lain dan akan tidur bersama mereka?!” Ariel berteriak sangat keras, bahkan terdengar hampir seperti menjerit, “Kau selalu seperti ini padaku…” Ariel semakin terisak. Ia tidak bisa lagi menahan tangisannya. Ia benar-benar merasa sakit hati pada Luhan hari ini.

Ariel salah paham. Luahn tertawa sumbang. Bagaimana bisa ada kesalah pahaman seperti ini dan…”Kau tidak datang kemari karena membuntutiku, kan? Kami benar-benar mengerjakan tugas dan…”

“Kau mengerjakan tugas di mall? Sambil tertawa? Sambil menjelekkanku dan melihat aksesoris yanga kan kau belikan untuknya? Ah…bahkan kau mengerjakan tugas di tempat seperti ini…” Ariel kembali menghapus air matanya yang sudah seperti air terjun, “Kau selalu seperti ini di belakangku? Dan sekarang kau menudingku…”

Luhan pun mengeluarkan semua hasil surveynya hari ini dan melemparnya ke tanah, “Bisakah kau berhenti menuduhku dan mencurigaiku seperti itu? Kau tahu sikapmu yangs eperti itu yang membuat kita sering bertengekar!”  Luhan mendengus kasar dan menendang semua papernya, “Aku memang mengerjakan tugas di mall dan berkeliling seharian hingga kakiku sakit demi mendapat nilai dari tugas brengsek ini!”

“Ariel? Kau di sini?”

Luhan memutar kepalanya cepat saat suara pria asing memanggil nama gadisnya –tidak, bahkan ia akan mengklaim Ariel adalah istrinya di sini jika siapapun mencoba untuk mengusiknya barang sedikitpun.

“Jonghyun Oppa…”

“Dia yang membawamu kemari?”

Ariel langsung menarik tangan Luhan ketika pemuda itu hendak mengambil langkah untuk mendekat ke arah Jonghyun. Luhan suka sekali memukul orang, dan Ariel tidak ingin Luhan memukul Jonghyun yang notabennya adalah atasannya lalu membuatnya gagal terlibat dalam film kali ini.

“D-dia Kim Jonghyun! Dia ketua D-Art Label bagian drama! Kami…kami satu tim…. A-aku…aku akan membuat naskah film untuk tambahan spesifikasiku ke FAMU, Praha…”

 

***20170203 AM0041***

32 respons untuk ‘Way of Two Rings (chapter 25)

  1. Duaaarrrrrrrrr
    Tegang baca endingnyaaa, gmna klanjutannya yaa, psti luhan tmbah maraah . Bakalan dtggl ariel ke praha misal lolos FAMU, ohh NO 😑
    Kok jengkel bgt sma irene yaa, rubah yg buntutin luhan. Kok gamalu sih ngode muluk ke luhan -_-
    Dtunggu next story thor😚

    Disukai oleh 1 orang

  2. Kak Nidsa finally, maafkan diriku yang suka line gajelas minta ff ya kak hehe. soalnya aku kangen kak nidsa eh ff nya.
    Aku suka alur ceritanya, bener bener paa banget di mata aku ahihi. aku juga suka luhan ariel yang kerjaannya berantem, mencerminkan banget mereka masih labil. aahhhh jangan lama lama kak nextnya yak yak yak.
    fighting

    Disukai oleh 1 orang

  3. luhan manja banget sma ariel tp manis jg akhirnya ya yg cmburuan berbalik
    pd akhirnya ariel ngomong mau k praha dan kayanya luhan akan marah besar

    Disukai oleh 1 orang

  4. Tegang-tegang, gimana ini ? Semoga bahagia :(( jgn sad dong. Jgn sampai mereka berpisah. Duh, tambah runyem yaaaa. Jangan sampai cerai pleaseee :((

    Disukai oleh 1 orang

  5. Wahhh akhirnya mau ga mau Luhan tahu klo Ariel emg beneran pingin kuliah di Praha. Gimana reaksinya Luhan ya??
    Trus reaksinya Ariel pas tahu klo Luhan beliin perhiasan bwt dia gimana yaa emas putih lagi.. nextttt

    Disukai oleh 1 orang

  6. oh my god… salah paham lg kan mereka berdua… semoga cepat selesai deh salah paham ini… sedih liat bertengkar trs krn salah paham

    padahal baru aja baikkan. baru aja mereka so sweet so sweet’an, luhan jg jd manja banget stlh keluar dr rmh sakit…. tp skrg mereka bertengkar lg. semoga cepat baikan…

    jg pengen cepet baca kelanjutannya

    Disukai oleh 1 orang

  7. Akhir-akhir ini mereka seeing bertengkar ya… Dan selalu karena Irene.
    Gimana ya response luhan setelaha tau hal itu?
    Ditunggu selalu lanjutannya eonni~~~

    Like. 😍

    Disukai oleh 1 orang

  8. Selalu kesalahpahaman yg buat mereka bertengkar. Gak sabar nunggu chapter depan. Bagaimana reaksi luhan setelah dengar kalau ariel benar2 serius ingin kuliah di praha..

    Disukai oleh 1 orang

  9. Setelah luhan sembuh kok jadi manja banget ya ma ariel….
    Ehhhhhmmmm…. Aq harap ariel jdi melanjutkan kuliahnya ke FAMU….. Jdi nnti ketika pulang nnati ariel jdi gadis yg dewasa seperti yg diharapkan….
    Entah knp melihat kedekatan luha Dan Irene walaupun mereka cuma temah tapi tetap tidak suka…… Ditunggu kenjutannya…

    Disukai oleh 1 orang

  10. wahh ceritanya makin menyulut semakin penasaran juga sih gimana kalo luhan tau ariel jujur gitu mau sekolah di FAMU praha dan apa reaksi luhan ya hadih kasian sih kalo mereka pisah, berharap mereka selalu bersama deh

    Suka

Tinggalkan Balasan ke jesikaaa10 Batalkan balasan